TRIBUNPEKANBARU.COM – Tim Gabungan dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, PT Arara Abadi (AA), UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Mandau, Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI), Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa (PJHS), Rimba Satwa Foundation (RSF) dan Himpunan Penggiat Alam (Hipam) menggelar operasi sapu jerat/racun dan sosialisasi konservasi satwa liar gajah dan harimau di kawasan lindung, daerah perbatasan antara konsesi PT Arara Abadi, Distrik Duri I dengan Kampung Tasik Betung, Kecamatan Sungai Mandau, Kabupaten Siak, Selasa (25/10/2022).
Kepala Balai Besar KSDA Riau melalui Plt Kepala Bidang KSDA Wil II Hartono menyampaikan apresiasinya atas kegiatan yang dilakukan bersama para mitra, NGO dan pemegang konsesi untuk kegiatan operasi jerat tersebut.
“Karena itu menunjukkan bahwa para pihak konsen terhadap penyelamatan satwa liar yang dilindungi. Harapan kami kegiatan ini bisa secara kontinu dilakukan dan bisa melibatkan masyarakat sekitar areal konsesi, dengan tujuan untuk mengedukasi, meningkatkan pemahaman dan penyadartahuan kepada masyarakat,” kata Hartono.
Menurutnya, kegiatan sosialisasi harus terus menerus berkesinambungan dilakukan oleh berbagai pihak, terutama para pemegang konsesi tentang larangan pemasangan jerat dengan alasan apapun.
Disertai penyampaian aturan yang jelas jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap satwa liar yang dilindungi.
“Sanksi hukum dapat diberlakukan bagi pemasang jerat tanpa terkecuali, dimana bagi pelaku dapat dikenai sanksi Pasal 40 UU No 5 Tahun 1990 tentang KSDAE dengan hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta,” jelas Hartono.
Selain itu, pihaknya berharap dengan kegiatan operasi jerat yang melibatkan semua pihak ini bisa menekan kegiatan-kegiatan perburuan dan menekan angka kematian satwa yang dilindungi akibat jerat.
Usai penyisiran, Ketua Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa (PJHS) Syamsuardi menyampaikan, dalam kegiatan ini ditemukan sebuah jerat sling yang biasanya ditargetkan untuk satwa besar seperti kijang, babi, bahkan harimau dan gajah.
Selain itu ditemukan pula beberapa jerat-jerat kecil yang yang juga berpotensi mengakibatkan terjeratnya satwa di daerah tersebut.
“Kami juga menemukan racun herbisida di dalam jeriken. Semuanya sudah kami sita,” sebut Syamsuardi.
Namun dikatakan Syamsuardi, yang menjadi target bukan jumlah jerat yang diamankan, namun mengedukasi berbagai pihak akan bahayanya jerat ini.
“Saya berharap ini jerat terakhir yang kita temukan. Bila kita tak menemukan jerat lagi di lokasi lain, saya harap artinya daerah tersebut steril dari jerat yang dapat mengancam satwa,” tuturnya.
Selain itu pihaknya juga menyosialisaikan kepada pemerintah desa dan masyarakat setempat akan bahayanya memasang jerat di hutan.
Head Plantation Unit District I Melibur PT Arara Abadi Deni Alfiyan menyatakan selain melakukan pengamanan lokasi, pihaknya selalu melaporkan dan berkoordinasi dengan pimpinan serta BBKSDA Riau sesaat setelah karyawan melihat satwa dilindungi melintas di daerah kerja mereka.
“Kita juga selalu memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat yang berada di sekitar area konsesi. Kami juga membantu masyarakat dengan peralatan pengamanan dan perlindungan hewan yang dilindungi berupa trompet gas,” papar Deni.
Di lain tempat, Penghulu Tasik Betung Chairul Anas menyatakan sangat mendukung program sisir jerat yang bertujuan menjaga populasi satwa liar ini.
Ia menilai pemerintah kampung maupun masyarakat, perlu mengetahui bahayanya pemasangan jerat ini agar satwa-satwa dilindungi tak mati sia-sia.
“Dulu memang masyarakat memasang jerat dengan niat mencari rusa dan kijang, namun ditakutkan justru jerat tersebut mengenai satwa dilindungi. Makanya penting bagi masyarakat mengetahui dan tidak memasang jerat lagi,” tutupnya.
Di tempat terpisah Head of Landscape Conservation APP Sinar Mas, Jasmine N.P. Doloksaribu mengatakan, APP Sinar Mas mewajibkan seluruh Perusahaan mitra pemasok bahan baku industrinya untuk menjalankan kewajiban yang diamanatkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan, serta turut berperan aktif menjadi bagian dari program konservasi gajah dan harimau sumatera sebagai bentuk perlindungan serta memberikan peluang gajah dan harimau sumatera untuk dapat bertahan hidup dan terhindar dari kepunahan.
“Kegiatan kolaborasi program sisir jerat-sisir racun dan sosio-edukasi mitigasi konflik antara manusia dan satwa liar dilindungi dan terancam punah ini dilakukan secara berkala bersama BBKSDA Riau, KPH, pakar gajah dari FKGI, PJHS, dan lembaga setempat. Kami berharap dengan keiikutsertaan para pihak yang berkepentingan dapat semakin memudahkan kita dalam memahami prinsip berbagi ruang hidup antara Manusia-Satwa Liar beserta strategi aksi konservasinya sesuai dengan Permen LHK No.62/Menlhk/Setjen/Kum.1/2019 tentang pembangunan HTI pemegang ijin wajib melindungi kawasan lindung termasuk habitat satwa dan SE.7/PHL/PUPH/HPL.1/10/2022 tentang Perlindungan satwa Liar yang Dilindungi di Dalam Areal Kerja PBPH, yang sejalan dengan Visi Peta Jalan Keberlanjutan (Sustainable Roadmap Vision) 2030 dan komitmen Kebijakan Konservasi Hutan (Forest Conservation Policy) APP Sinar Mas,” tambah Jasmine.