Menurut Said, lokasi temuan gajah mati yang dilaporkan PT BAT lokasinya cukup jauh, yakni di Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh 1, cukup dekat dengan Taman Nasional Kerinci Seblat. Diperkirakan informasi dari lapangan baru bisa ia dapatkan esok hari.

“Ada atau tidak ada bangkai gajah yang dilaporkan baru besok (hari ini) infonya. Saya menunggu info selanjutnya dari lapangan,” katanya.

Karena belum menemukan bangkai gajah itu, kata Said, ia belum mengetahui jenis kelamin, usia, maupun dugaan penyebab kematian gajah malang tersebut. Said memperkirakan, akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengetahui penyebab kematian gajah ini. Sebab untuk mengetahui penyebab gajah mati ini harus dilakukan melalui uji laboratorium.

Soal populasi gajah di Bentang Alam Seblat, Said mengaku tidak mengetahui secara pasti jumlahnya. Karena belum ada survei terbaru, dan dirinya tidak berani memperkirakan jumlahnya tanpa data.

Said menuturkan, gajah yang dilaporkan mati tersebut belum dipasangi Global Positioning System (GPS) Collar, sehingga tidak terpantau pergerakannya. Ia menyebut, gajah di Bentang Alam Seblat yang sudah dipasangi GPS Collar hanya gajah yang berada di Hutan Produksi Air Rami. Namun gajah tersebut juga sudah mati.

“Sekarang gajah di Bentang Alam Seblat tidak ada yang terpasang GPS Collar saat ini,” ucap Said.

Bentang Alam Seblat sudah tak sehat bagi gajah

Dihubungi terpisah, Direktur Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar mengatakan, Bentang Alam Seblat, sebagai habitat tersisa gajah sumatera di Bengkulu, kondisinya kini sudah tidak aman lagi. Sehingga, potensi ancaman terhadap kehidupan gajah di sana juga cukup besar.

“Intinya, habitat gajah di Bentang Alam Seblat memang sudah tidak sehat (bagi gajah) dan rawan gangguan, akibat banyaknya perambahan,” kata Ali, Selasa (2/1/2024).

Ali menjelaskan, kawasan hutan yang menjadi lokasi temuan gajah mati di konsesi PT BAT sudah compang-camping, akibat banyaknya perambahan yang sudah terjadi. Perambahan ini, menurut Ali, terjadi karena PT BAT sempat lama tidak beraktivitas dan membuat kawasan hutan tersebut tidak terkelola, termasuk pengamanannya.

“Dulu mereka (PT BAT) pernah beraktivitas di sana, tapi entah kenapa mereka berhenti, lalu beberapa tahun terakhir mereka beraktivitas lagi. Setelah ditinggal, wilayah ini seperti tak bertuan dan kebun merajalela, bahkan ketika PT BAT kembali beraktivitas, wilayah ini tetap menjadi tempat orang-orang berkebun,” katanya.

Ali berpendapat, PT BAT tampak tak mampu mengatasi perambahan yang terjadi. Meski pernah membuat perjanjian kerja sama (PKS) dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) setempat untuk pengamanan kawasan, namun perambahan tetap terjadi. Padahal, berdasarkan aturan, PT BAT punya tanggung jawab mengamankan wilayah mereka dari ancaman kerusakan.

“Intinya PT BAT tak sanggup mengamankan kawasan ini. Sementara KPHP enggak kuat dan DLHK enggak mampu menegakan aturan,” ujar Ali.

Ali menyarankan agar pemerintah menghentikan segala aktivitas yang menyebabkan kerusakan dan ancaman terhadap gajah di Bentang Alam Seblat, sekaligus melakukan evaluasi terhadap semua izin usaha yang telah diterbitkan, termasuk melakukan tindakan terhadap para perusak lingkungan.

“Para pemegang izin yang tak mau atau tak mampu menjalankan tanggung jawabnya wajib dicabut izinnya. Kemudian petugas negara yang enggak sanggup bekerja dengan baik, wajib disingkirkan,” ujarnya.


sumber : https://betahita.id/news/detail/9707/gajah-tak-dikenal-dilaporkan-mati-di-bentang-alam-seblat.html?v=1704238758