KBRN, Bengkulu: Operasi penindakan yang digelar oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia di Bentang Alam Seblat, yang merupakan koridor kritis habitat Gajah Sumatera, disambut dengan kritik tajam oleh organisasi lingkungan hidup. Konsorsium Bentang Seblat dan Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Seblat menilai operasi tersebut hanya bersifat lip service dan belum menyentuh aktor intelektual atau ‘dedengkot’ perusakan hutan, baik pemilik konsesi maupun perorangan yang menguasai lahan ilegal puluhan hingga ratusan hektare.
Ali Akbar, Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Anggota Konsorsium Bentang Seblat menyatakan bahwa klaim keberhasilan Gakkum yang baru mengamankan tiga orang perambah—yang disebutnya ‘anak ladang’—sangat tidak seimbang dengan skala kejahatan lingkungan yang terjadi.
Klaim Gakkum Kehutanan yang menyatakan telah berhasil mengamankan 4.000 hektare kawasan dan 1.600 hektare tanaman sawit, diiringi penangkapan tiga individu pada 1 hingga 5 November lalu, dikatakan Ali Akbar tidak masuk akal dan jauh dari harapan.
“Mengamankan 4.000 hektare hanya dengan menangkap tiga orang anak ladang? Itu tidak masuk akal. Bukan begitu cara kerja yang kami inginkan,” tegas Ali Akbar.
Ia menjelaskan bahwa kejahatan kehutanan di Seblat dilakukan secara terorganisir dan melibatkan pemodal besar, bukan hanya perambah kecil.
Ali mendesak agar penegak hukum mengarahkan fokus pada jaringan ‘dedengkot’ yang memiliki penguasaan lahan ilegal puluhan bahkan hingga ratusan hektare. Sebagai contoh, perlu diselidiki aktor-aktor besar di wilayah Tembulun yang memiliki kebun sawit hingga 60 hektare dan mulai panen. Bahkan, terdapat kasus individu yang menguasai hingga 400 hektare lahan ilegal di Wilayah Teramang, bagian dari koridor gajah.
Ali Akbar membeberkan bahwa individu-individu pemodal besar yang dicurigai—termasuk oknum politisi, oknum aparat, oknum pejabat daerah, dan mantan pejabat daerah—jarang berada di lapangan. Informasi mengenai kepemilikan mereka seringkali hanya didapat dari informasi masyarakat atau temuan awal di lapangan, tetapi hal inilah yang seharusnya didalami dan dipastikan oleh tim Gakkum.
“Kami tidak pernah bertemu dengan orang-orang berinisial R atau S yang disebut-sebut di lapangan sebagai pemiliknya. Yang kami temukan adalah buruh atau anak ladang yang dipekerjakan. Kalau cuma menyelesaikan anak ladang, masih ada ribuan anak ladang lain yang menunggu, karena problemnya adalah krisis lahan dan kemiskinan,” jelasnya.
Baca selengkapnya di sumber : https://rri.co.id/bengkulu/daerah/1959647/gakkum-tangkap-anak-ladang-ini-kritik-kanopi-hijau





