JAMBI, KOMPAS — Puluhan kilometer pagar listrik dibangun mengelilingi kebun-kebun garapan liar dalam konsesi hutan tanaman industri karet di Kabupaten Tebo, Jambi, lebih dari setahun terakhir. Pemasangan yang masif itu disesalkan, apalagi pekan lalu keberadaannya telah menyebabkan gajah sumatera mati.
Seekor gajah betina dewasa bernama Umi ditemukan tewas, Kamis (1/5/2024), diduga tersengat pagar listrik tak sesuai standar. Lokasi terletak dalam konsesi hutan tanaman industri karet di Bentang Alam Bukit Tigapuluh, Tebo, Jambi. Foto-foto : Foto : Kompas.id/Dok BKSDA Jambi
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi Donal Hutasoit menyebut, banyaknya pagar listrik dalam kawasan hutan di wilayah itu telah mengancam kesejahteraan dan keselamatan satwa liar, termasuk gajah sumatera. Bahkan, sejumlah pagar diduga dibangun tidak sesuai standar sehingga berisiko menimbulkan kematian bagi satwa yang melintas.
Pengecekan petugas di lokasi kematian gajah betina dewasa bernama Umi, Jumat (3/5/2024), yang diduga tersengat pagar listrik tak sesuai standar. Lokasi terletak dalam konsesi hutan tanaman industri karet di Bentang Alam Bukit Tigapuluh, Tebo, Jambi, Foto : Kompas.id/Dok BKSDA Jambi
Tim dokter hewan BKSDA Jambi melakukan bedah bangkai (nekropsi). Sampel organ akan dikirim ke Laboratorium Veteriner Bukit Tinggi untuk mencari penyebab kematian gajah Umi. Foto-foto : Dok FKGI
”Dari hasil pengecekan, ada puluhan kilometer pagar listrik yang dibangun mengelilingi kebun-kebun sawit garapan warga. Lebih dari 20 kilometer,” ujar Donal kepada Kompas, Senin (6/5/2024).
Ia menyebut kawasan hutan itu merupakan Bentang Alam Bukit Tigapuluh yang dikelola untuk usaha monokultur karet. Kawasan itu juga merupakan habitat bagi satwa dilindungi, yakni gajah sumatera. Saat ini, gajah sumatera berstatus kritis (critically endangered), yang berisiko tinggi mengalami kepunahan di alam liar. Populasi gajah sumatera di bentang alam itu diperkirakan mencapai 35 ekor.
Menurut Donal, pemasangan pagar listrik semestinya tidak boleh di dalam kawasan hutan. ”Kalau di luar kawasan hutan masih boleh, tetapi harus dengan standar keamanan yang telah diatur,” ujarnya.
Standar aman yang dimaksud, misalnya, dipasang dengan arus listrik satu arah (DC), bukan bolak-balik. Arus satu arah akan mengalirkan listrik putus-putus dan sangat singkat setiap 1,5 detik sehingga memungkinkan satwa tetap aman.
Menurut dia, masifnya pemasangan pagar listrik di kebun-kebun garapan warga dalam hutan itu perlu ditertibkan demi keselamatan manusia dan satwa. Ia peminta agar perusahaan pemegang konsesi lahan bergerak cepat mengantisipasi persoalan tersebut.
Sebab, kata dia, pemasangan pagar listrik diduga membuat gajah betina dewasa bernama Umi tersengat pagar listrik hingga mati.
Sengaja dipasang
Umi diduga kuat mati setelah menerjang kawat pagar listrik yang sengaja dipasang pemilik kebun agar tanaman sawitnya tidak dimakan gajah.
Donal menceritakan, Umi sebelumnya telah dipasangi kalung sistem pemosisi global (GPS) pada Januari 2024. Pemasangan kalung GPS bertujuan untuk memonitor pergerakan rombongan gajah.
Akan tetapi, tim mendapati pergerakan GPS yang tidak wajar pada Rabu (1/5). Awalnya, gajah Umi terdeteksi tidak bergerak. Esoknya, terjadi pergerakan tak wajar pada kalung GPS tersebut.
Gajah Umi saat masih hidup. Terlihat GPS Collar dipasang di leher Gajah Umi (kiri) dan Umi sedang mengasuh bayi gajah (kanan). Foto : Dok FKGI
”Biasanya Umi menjelajah tidak terlalu jauh dalam sehari. Tetapi, kami dapati pergerakan Umi melebihi 1 kilometer pada hari itu ke arah permukiman,” ujarnya.
Keesokan harinya, tim bergerak mengecek lapangan. Di lapangan didapati gajah Umi sudah dalam kondisi mati. Tubuhnya rebah menimpa pagar listrik yang berada di pinggir kebun sawit. Darah keluar dari pori-pori kulit dan pada bagian belalai gajah tersebut.
Dokter hewan Yuli Akmal dari Tempat Penyelamatan Satwa (TPS) Jambi menyebut, ada dugaan gajah Umi tersengat listrik. Untuk memastikan lebih lanjut, pihaknya telah mengadakan nekropsi dan uji laboratorium. Sejumlah sampel diambil berupa hati, limpa, jantung, paru, dan isi usus.
Dari hasil nekropsi didapati isi jantung gajah tersebut buyar yang juga menjadi indikasi tersengat listrik. Lebih lanjut, jantung dan seluruh sampel lainnya dikirim ke Balai Veteriner Bukittinggi.
Kepala Seksi Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah III Faried mengatakan, dari pergerakan kalung GPS yang tidak wajar ternyata didapati kalung diambil oleh warga setempat. Kalung itu dibawa ke permukiman. Warga selanjutnya menghubungi pihak BKSDA untuk melaporkan adanya kematian gajah di kebun.
Sejauh ini, kasus tersebut dalam penyelidikan tim gabungan penegakan hukum. ”Barang bukti telah diserahkan untuk penyelidikan lebih lanjut,” katanya.
Kasus kematian gajah akibat sengatan listrik terus berulang. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, misalnya, mencatat, selama periode kurun tahun 2019-2023, sebanyak 22 gajah sumatera di Aceh mati. Penyebab kematian beragam, mulai dari diburu, terkena kabel listrik, hingga sakit.
Sumber Kompas : https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/05/06/puluhan-kilometer-pagar-listrik-ancam-gajah-sumatera-di-jambi-satu-tewas