Mahout atau pawang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari upaya pelestarian konservasi gajah secara ex-situ. Saat ini, selain sekitar 2.200 – 3.400 ekor gajah liar yang masih di hidup dialam, masih terdapat 550 ekor gajah jinak yang hidup bergantung pada pemeliharaan manusia di Indonesia. Maka sekitar 16% to 25% dari subspecies’ini hidup dalam pemeliharaan dan sekitar lebih dari 300 ekor berada di Pusat latihan Gajah (PLG) di Sumatera, yang dimiliki oleh Negara dan dibawah pengelolaan pemerintah.
Walaupun berbagai upaya konservasi yang telah dilakukan, namun pada beberapa tahun mendatang akibat dari perusakan habitat gajah liar akan memicu penurunan populasi dari gajah-gajah liar di alam. Selanjutnya, kantong genetik dari beberapa gajah jinak menjadi penting untuk ditingkatkan perkembangannya kearah konservasi dari species ini. Untuk itu pemeliharaan kantong genetik ini sangat bernilai bila dapat didayagunakan dalam strategi konservasi (diantaranya adalah pendidikan, penelitian, perlindungan habitat, mitigasi konflik gajah, ekowisata, dan lain-lain). Dalam jangka panjang, hal ini juga menjadi sangat penting untuk menjaga populasinya tetap stabil dan berkelanjutan, dimana dibutuhkan sebuah sistem pengelolaan yang mampu memberikan peluang kepada gajah untuk bereproduksi secara berkala.
Di Indonesia gajah jinak peliharaan juga memiliki sejarah sendiri yang berbeda dengan negara-negara lain di Asia. Keberadaan gajah-gajah jinak di Indonesia dihasilkan dari program pemerintah yang dimulai pada tahun 1985, dimana gajah-gajah liar ditangkap sebagai penyelesaian konflik gajah dan manusia. Namun demikian ini bukanlah solusi dalam pemecahan konflik gajah dan manusia karena permasalahan utama dari konflik gajah dan manusia melalui penangan permasalahan perusakan dan pembelahan habitat belum cukup tercapai. Sementara strategi pemerintah dalam penggunaan gajah-gajah jinak untuk gajah pekerja di bidang kehutanan juga belum berkembang dan sempurna, sehingga sampai saat ini banyak gajah-gajah jinak di PLG hidup tanpa didayagunakan dan sangat terbatas dalam interaksi social, dan hingga saat ini penglolaan gajah jinak di PLG juga belum diarahkan untuk berperan dalam konservasi Gajah sumatera.
Hal yang mendasar adalah peran mahout sendiri yang masih dinomorduakan sebagai ujung tombak pemeliharaan gajah jinak. Disamping peningkatan taraf kesejahteraan mahout, modifikasi dan pengembangan pengelolaan sangat tergantung sekali terhadap kualifikasi, dedikasi dan kekompakan dari seluruh staf yang ada di suatu unit pengelolaan gajah jinak.
Semua staf harus dilatih untuk melakukan modifikasi dan pengembangan sistem pengelolaan. Pemilihan staf harus dilakukan secara teliti berdasarkan kwalifikasi, dedikasi dan kekompakannya. Berbagai paduan baik berupa tulisan maupun ilustrasi berkaitan dengan kebutuhan latihn haruslah tersedia dan dibagikan kepada semua staf yang berhubungan langsung dalam pengelolaan gajah jinak di Indonesia.
Untuk itu, kriteria Mahout/Pawang harus memiliki:
- Kemampuan dalam memahami tingkah laku gajah
- Kemampuannya untuk mengembangkan hubungan yang erat dengan individu ataupun karakter yang khusus.
- Seekor gajah haruslah dipegang dan ditangani secara terbatas dari orang yang berbeda.
- Mahout/pawang harus memiliki hubungan baik dengan seekor gajah tertentu harus bersama gajah tersebut sepanjang gajah itu hidup
- Pertukaran mahout/pawing dari satu ekor gajah harus dihindari semaksimal mungkin.
Mahout/pawang juga harus dilatih untuk:
- Perawatan kulit dan kuku
- Pengetahuan Nutrisi beberapa pakan gajah
- Penggunaan peralatan untuk latihan dan restrain
- Restraint berbeda dan methoda latihan
- Melatih gajah untuk berbagai prosedur pengobatan dan pemeriksaan
- Kebersihan makanan dan pengelolaan kotoran gajah
Oleh karena itu, Forum Komunikasi Mahout Sumatera (FOKMAS) merupakan wadah bagi para mahout untuk dapat saling berkomunikasi, bertukar pengalaman dan keahlian. Forum ini juga akan dapat menjadi corong bagi para mahout untuk dapat memberikan upaya-upaya perbaikan tentang pentingnya keberadaan gajah jinak sebagai salah satu alternatif strategi konservasi gajah di Indonesia. Saat ini, FOKMAS diketuai oleh Nazaruddin. Beliau adalah staf Balai Taman Nasional Way Kambas yang cukup senior dan cukup lama bergelut dalam hal pergajahan, khususnya gajah tangkap dan gajah jinak. Harapan kami ke depan agar gajah-gajah jinak yang ada saat ini, kondisinya akan semakin baik.