Anak Gajah Lela Mati di PLG Sebanga Bengkalis

PEKANBARU, KOMPAS.com – Seekor anak gajah sumatera bernama Nurlela di Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebanga, Kabupaten Bengkalis, Riau, dilaporkan mati pada Sabtu (22/11/2025). Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Supartono, membenarkan kabar tersebut. “Benar, anak gajah Lela mati di Pusat Konservasi Gajah Sebanga,” akui Supartono kepada wartawan melalui keterangan tertulis, Sabtu. Supartono menjelaskan, anak gajah betina itu berusia **(1,6)** tahun. Lela merupakan anak dari pasangan gajah betina Puja dan gajah jantan Sarma, yang lahir pada 6 April 2024.

Pada 20 November 2025, Lela terpantau kurang aktif dari biasanya meski nafsu makan dan minum masih baik.

“Berdasarkan informasi tersebut, kami menurunkan tenaga medis untuk melakukan pemeriksaan,” ujar Supartono. Dari hasil pemeriksaan tim medis yang terdiri dari dokter hewan dan mahout, suhu tubuh Lela masih normal.

Pemeriksaan lanjutan dilakukan, termasuk pemberian cairan infus dan obat serta pemantauan setiap dua jam. “Keesokannya, gajah Lela masih terpantau makan dan minum seperti biasa dan tetap minum air susu induknya, Puja,” kata Supartono.

Namun, kondisi berubah pada Sabtu dini hari. Pada pukul 00.30 WIB, petugas PLG Sebanga mendengar Lela menjerit. Saat dicek, Lela masih berdiri dan aktif bergerak. Lalu, pada pukul 01.00 WIB, Lela kembali menjerit dan ditemukan dalam posisi terbaring.

Petugas melakukan penanganan hingga Lela kembali bangun, minum, dan menyusu.

Namun, sekitar pukul 05.30 WIB, Lela ditemukan terbaring dan dinyatakan mati. Untuk memastikan penyebab kematian, tim dokter hewan BBKSDA Riau melakukan nekropsi untuk melihat perubahan pada organ-organ vital.

“Selain itu, tim medis melakukan pengambilan sampel jaringan yang selanjutnya akan diuji di laboratorium,” tambah Supartono. Dengan kematian Lela, jumlah gajah di PLG Sebanga kini tinggal lima ekor. Semuanya merupakan gajah dewasa, terdiri dari satu jantan bernama Sarma dan empat betina bernama Puja, Sela, Rosa, dan Dora.


Sumber: https://regional.kompas.com/read/2025/11/22/200440578/anak-gajah-lela-mati-di-plg-sebanga-bengkalis

Kronologi Kematian Gajah Dona di TNWK, Diindikasi Idap Infeksi Parasit

Lampung Timur, IDN Times – Dona, seekor Gajah Sumatera jinak mati di kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Kabupaten Lampung Timur mengalami penurunan kesehatan diindikasi akibat mengidap infeksi parasit.

Gajah Dona ditemukan mati di Camp Elephant Response Unit (ERU) Bungur, Resort Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Toto Projo pada kawasan TNWK, Minggu (16/11/2025) sekitar pukul 13.00 WIB.

“Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel darah (gajah Dona) menunjukkan kadar eosinofil yang tinggi, mengarah pada indikasi infeksi parasit,” ujar Humas Balai TNWK, Nandri Yulianto dikonfirmasi, Senin (17/11/2025).

1. Sempat dipantau intensif

Ihwal kronologi kematian Dona, Nandri menyampaikan, hasil pemeriksaan kesehatan rutin tim medis didapati gajah betina berusia sekitar 45 tahun ini disimpulkan memiliki riwayat kesehatan kurang stabil sejak 6 November 2025.

Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel darah Dona mengarah pada indikasi infeksi parasit. Kemudian diberikan infus dan ditempatkan di bawah pemantauan petugas secara intensif.

“Dona mulai menunjukkan gejala tidak mau makan sejak 13 November 2025. Tim Dokter Hewan Pusat Latihan Gajah (PLG) TNWK langsung mengevaluasi kondisi dan memberikan tindakan medis. Saat itu, meski nafsu makan menurun, Dona masih dapat bergerak aktif,” katanya.

2. Hanya makan sedikit dan dipasang infus

Selang sehari kemudian, Nandri mengungkapkan, kondisi kesehatan gajah Dona tidak menunjukkan perbaikan signifikan. Alhasil, tim medis memasang infus untuk menunjang kebutuhan cairan dan menjaga kondisi tubuh secara umum.

“Dona hanya mampu mengonsumsi makanan dalam jumlah sangat sedikit atau sekitar satu sisir pisang. Aktivitas fisik masih terlihat, namun tubuhnya mulai semakin melemah,” terangnya.


Baca selengkapnya di sumber berita: https://lampung.idntimes.com/news/lampung/kronologi-kematian-gajah-dona-di-tnwk-diindikasi-idap-infeksi-parasit-00-5h6fh-q9jd5r

Gajah Betina Suli Mati saat Proses Evakuasi dari Area Rawa TNWK

Lampung Timur, IDN Times – Kabar duka kembali datang dari Taman Nasional Way Kambas (TNWK) di Kabupaten Lampung Timur. Seekor Gajah Sumatera betina (Elephas maximus sumatranus) diumumkan mati pada 2 Oktober 2025.

Humas Balai TNWK, Nandri Yulianto membenarkan ihwal infomasi tersebut. Gajah betina mati itu disebut bernama Suli berasal dari Palembang tutup usia diperkirakan berumur 35 tahun.

“Iya Suli di Oktober, kemaren belum rilis nunggu hasil analisis sampel di Balai Veteriner Lampung. Pas mau up (kematian Suli), Dona juga mati, makanya sekalian (dipublikasikan),” ujarnya dikonfirmasi, Selasa (18/11/2025).

1. Suli alami anemia dan gejala infeksi

Nandi menyampaikan, gajah Suli berasal dari Palembang dibawa pertama kali ke Pusat Latihan Gajah (PLG) TNWK sejak 2003 dan telah melahirkan sebanyak empat ekor anak. Sebelum kematiannya, Suli masih mengasuh anaknya bernama Yongki berusia 2,5 tahun.

Menurutnya, gajah Suli sejak Juli 2025 mendapatkan perawatan cukup intensif akibat kondisi kesehatan mulai menurun. Hasil pemeriksaan kesehatan, Suli mengalami anemia dan gejala infeksi akibat peningkatan nilai sel darah putih.

“Beberapa parameter kesehatan organ juga menunjukan, bahwa Suli penurunan fungsi organ hati dan ginjal,” katanya.

Atas kondisi tersebut, gajah Suli rencana dipindahkan ke lokasi lain untuk digembalakan pada 1 Oktober 2025, Namun saat proses pemindahan, Suli terjebak pada area rawa cukup dalam dan mengalami kesulitan untuk naik dari rawa tersebut.

“Sekitar pukul 08.00 WIB dan beberapa ekor gajah jantan (Robby, Berry, dan Salmon) digunakan untuk membantu evakuasi Suli,” sambungnya.

2. Perlihatkan kondisi lemah saat proses evakuasi terjebak area rawa

Atas kejadian menimpa gajah Suli, Nandri melanjutkan, Mahout melaporkan insiden tersebut kepada bagian medis dan ditindaklanjuti pukul 09.35 WIB. Kemudian evakuasi dilakukan dengan cara mengikat tubuh Suli pada area thorax atau daerah dada untuk membantu menarik Suli.

“Evakuasi pertama selesai dilakukan pukul 11.22 WIB dengan posisi gajah Suli berbaring pada sisi tubuh kiri. Akibat cuaca yang terik, gajah harus tetap dalam kondisi lembab sehingga setiap saat tubuhnya perlu disiram atau ditutup dengan rumput,” terangnya.

Kemudian proses evakuasi kedua dilakukan sekitar pukul 17.00 WIB, namun gajah Suli tidak mampu berdiri. Ia hanya mampu menopang tubuh bagian depan selama 15 menit dan kembali berbaring dengan posisi tubuh kanan.

“Evakuasi ketiga dilakukan pada 2 Oktober 2025 pukul 10.42 WIB, karena gajah tergenang air dan gajah terlalu lama berada pada posisi berbaring sisi kanan. Pertolongan pada kondisi Suli dilaksanakan secara intensif dengan memberikan cairan infus secara intravena, ATP sebagai sumber energi, serta zat hemopoiteka untuk membantu pembentukan sel darah merah,” lanjut dia.


Baca selengkapnya di sumber berita : https://lampung.idntimes.com/news/lampung/lagi-gajah-betina-suli-mati-saat-proses-evakuasi-dari-area-rawa-tnwk-00-5h6fh-9nt9gh

Mengapa Gajah Sumatera di Barumun Nagari Dipindah ke Kebun Binatang?

Pemindahan gajah sumatera dari lembaga konservasi Barumun Nagari Wildlife Sentuarry (BNWS) ke Rahmat Zoo & Park dan Pusat Latihan Gajah (PLG) Holiday Resort, akhir September 2025, menarik perhatian publik.

Susilo Ari Wibowo, Kepala Bidang KSDA Wilayah Tiga Padang Sidempuan, BBKSDA Sumatera Utara, mengatakan pemindahan tersebut merupakan upaya menjaga kesejahteraan satwa, sekaligus mendukung keberlanjutan populasi gajah sumatera.

“Ada transportasi, pakan, obat-obatan, tim medis, mahout berpengalaman, serta sarana dan prasarana di lokasi tujuan. Semuanya dipersiapkan dengan matang,” jelasnya, Senin (29/9/2025)

Keputusan pemindahan diambil setelah evaluasi terhadap pengelolaan gajah di BNWS pasca-pandemi COVID-19. Penurunan pengunjung mempengaruhi pendanaan, sehingga kualitas pengelolaan menurun.

Di Sumatera Utara ada beberapa lembaga konservasi yang memelihara gajah sumatera jinak, yaitu BNWS (7 individu), Medan Zoo (1 individu), serta Holiday Resort (4 individu). Dengan dipindahkannya gajah dari BNWS, maka jumlah gajah di Holiday Resort menjadi 7 individu dan di Rahmat Zoo & Park sebanyak 4 individu.

“Ini strategi konservasi distribusi gajah di berbagai lembaga, untuk membangun koloni yang sehat dan terkelola. Dengan begitu, risiko penyakit menular dapat diminimalisir.”

Antar-lembaga juga dapat berbagi pengalaman dan pengelolaan, serta bertukar jantan untuk menghindari inbreeding. “Program pengembangbiakan gajah lebih efektif dan keberlanjutan, sehingga populasi gajah terjaga.”

 Pemeriksaan kesehaan gajah dilakukan dokter hewan di BNWS. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

Muhammad Wahyu, Ketua Yayasan Ganesha Aksara Sumatera, mengatakan dalam proposal BNWS 2015-2016 dijelaskan bahwa lembaga konservasi ini mengelola gajah dengan konsep semi alami dengan lahan luas. Namun, metode ini tidak berjalan, terkendala banyak hal. Pada 2023, ada dua individu gajah dipindahkan ke Aek Nauli Elephant Conservation Camp/ANECC

Terkait pemindahan ke kebun binatang, dokter hewan ini mengatakan, ruang gerak gajah menjadi terbatas dan berdampak pada kesejahteraan serta pola perlakuan.

“Pengelola harus berkomitmen dengan prinsip animal welfare. Gajah harus bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari kondisi tidak nyaman, bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit, serta bebas mengekspresikan perilaku dari rasa takut dan tertekan,” jelasnya, Rabu (24/9/2025).

Gajah harus diberikan waktu berjalan mengelilingi batas pengembalaan, sekitar tiga jam dipandu mahout.

“Gajah dimandikan sehari dua kali yaitu pagi dan sore. Aktivitas ini sekaligus memeriksa seluruh tubuh, sembari latihan pengendalian perilaku.”

Untuk pemeliharaan, di manapun lokasinya, harus meningkatkan populasi gajah, sehingga yang dipindahkan harus memiliki jantan dan betina dewasa.

Wahyu mengatakan, diperkirakan gajah di pusat pelatihan di Sumatera sekitar 230 individu. Sementara, di sejumlah lembaga konservasi di Jawa dan Bali, sebanyak 50 individu.

“Untuk meningkatkan populasi maka keragaman genetik harus diperhatikan.”

Empat gajah dari BNWS sudah berada di R-Zoo & Park. Foto: Dok. R-Zoo & Park

Nasib gajah sumatera

Sayuti Malik, Elephant Captive Investigator dari Bio Wildlife, menjelaskan pemindahan gajah di Barumun ke kebun binatang, harus memperhatikan animal welfare. Mereka akan berada di kandang.

“Kehidupan gajah yang selama ini bahagia di alam, akan terbatas,” jelasnya, Jumat (26/9/2025).

Di Barumun, tiga gajah tersisa tidak ada pejantan dewasa. Padahal, tiga betina tersebut sudah pernah melahirkan. Ini akan sangat berbahaya apabila tidak segera diatasi.

Di Aek Nauli, hanya satu gajah jantan siap kawin bernama Bongkar yang berasal dari Barumun. Gajah betinanya dua individu. Sementara di pusat gajah, ada dua gajah remaja Luping dan Manto, yang diperkirakan dua tahun mendatang bisa kawin.

“Untuk mendapatkan keturunan baru, meminjam gajah jantan dewasa siap kawin dari lembaga konservasi lain harus dilakukan. Otoritasnya ada pada BBKSDA Sumut.”

Rahmat Shah, pemilik Rahmat Zoo & Park (R-Zoo & Park), kepada Mongabay melalui WhatsApp pada Sabtu sore (27/9/2025) menyatakan, proses pemindahan empat individu gajah dari Barumun ke tempatnya ditangani manajer dan dokter hewan R-Zoo & Park. Proses penempatan serta perawatan satwa dilindungi ini dilaksanakan sesuai ketentuan lembaga konservasi.

Dia optimis, perkembangan gajah akan baik. Selain itu, untuk proses perkawinan akan didatangkan gajah jantan dewasa, mengingat semua gajah yang dititipkan tersebut betina.

Bayu Anggriawan, Head of Conservation RS Corporation, holding perusahaan yang membawahi Siantar Zoo dan R-Zoo & Park, melalui telepon menambahkan, empat gajah tersebut dua betina dewasa (Poppy dan Ratna) serta dua betina remaja (Lia dan Uli).

“Kami akui ada kelangkaan gajah jantan di Sumatera Utara. Bongkar tidak mungkin dipinjam ke sini karena terlalu agresif. Ada lembaga konservasi di Lampung dan Jawa yang gajah jantannya berlebih, bisa dipinjam. Namun karena gajah dilindungi dan statusnya terancam punah, administrasinya lebih ketat. Kami siap prosesnya.”

Bayu menyatakan, keempat gajah diperlakukan sebagaimana di Barumun. Untuk tempat makan maupun tempat bermain seluas 1.500 meter persegi telah terpenuhi. Di sini, luasnya 1.600 meter persegi.

Selain itu, ada lahan seluas 1.500 hektar berupa kebun sawit, karet, savana serta tumbuh-tumbuhan.

“Kawasan ini dapat digunakan untuk tempat beraktivitas gajah,” jelasnya.

Rezki Indah Siregar, Kepala Tim Humas BBKSDA Sumut, menyatakan total luas lahan R-Zoo & Park adalah 23 hektar.

Malik menambahkan, manajemen kebun binatang hanya boleh membawa gajah di area yang terdaftar pada Kementerian Kehutanan. Apabila mau membawa gajah-gajah itu ke wilayah lain, harus mendapatkan izin pihak otoritas. Manajemen harus mengajukan izin ulang agar tidak ada pelanggaran serta dilakukan survei kelayakan.

“Bila bicara animal welfare, lahan seluas itu bagus untuk aktivitas gajah. Namun, izinnya yang hanya 23 hektar jangan dilanggar, sebaiknya buat pengajuan ulang,” paparnya.


Baca selengkapnya di sumber : https://mongabay.co.id/2025/11/13/mengapa-gajah-sumatera-di-barumun-nagari-dipindah-ke-kebun-binatang/

Hindari Konflik, Gajah Betina di Tesso Tenggara Dipasang Kalung Pelacak

PEKANBARU (CAKAPLAH) – Balai Besar KSDA Riau bersama tim memasang pemasangan GPS Collar atau kalung pelacak pada salah satu individu gajah liar di kantong Tesso Tenggara, Kabupaten Pelalawan.

Pemasangan alat ini merupakan bagian dari upaya mitigasi konflik antara manusia dan satwa liar, khususnya Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), yang populasinya terus mendapat tekanan akibat perubahan bentang alam.

Kepala Balai Besar KSDA Riau Supartono menjelaskan, kegiatan pemasangan GPS Collar dilaksanakan pada 6 November 2025, secara kolaboratif bersama Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Yayasan TNTN, serta para pihak yang terlibat di tingkat tapak.

“Pemasangan dilakukan di kantong gajah Tesso Tenggara, yang berdasarkan data saat ini memiliki sekitar 30 individu gajah liar,” ujar Kepala BBKSDA Riau, Supartono, Senin (10/11/2025).

Supartono menjelaskan, GPS Collar dipasang pada seekor gajah betina dewasa berusia sekitar 40 tahun. Gajah itu dalam kondisi sehat dengan perkiraan berat badan 3.320 kilogram. 

Menurut Supartono, berdasarkan hasil pengamatan tim, individu ini merupakan gajah betina dominan yang sering diikuti oleh kelompoknya.

Supartono menuturkan, proses pemasangan GPS Collar pada gajah liar bukan pekerjaan yang mudah. Kegiatan ini memerlukan persiapan matang, peralatan lengkap, koordinasi tim yang baik, serta perhitungan lapangan yang presisi.

“Tim harus memastikan keamanan gajah dan juga keamanan seluruh personel di lapangan,” kata Supartono.

Dalam prosesnya, kegiatan ini turut melibatkan dua ekor gajah jinak dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Minas untuk membantu pendekatan dan pengendalian situasi di lapangan.

“Pemasangan GPS Collar bertujuan untuk membangun sistem peringatan dini (early warning system) dalam mitigasi interaksi negatif antara gajah dan manusia,” jelas Supartono.

Selain itu, penggunaan teknologi ini juga berguna untuk memantau pergerakan gajah liar serta memperkuat basis data konservasi yang akan menjadi dasar pengambilan kebijakan dalam upaya perlindungan Gajah Sumatera.

“Dengan terpasangnya GPS Collar ini, diharapkan pergerakan dan interaksi gajah dapat terpantau secara dini sehingga penanganan dapat dilakukan lebih cepat dan efektif,” tutur Supartono.

Selanjutnya, BBKSDA Riau bersama para mitra akan melakukan pemantauan dan pengolahan data GPS Collar tersebut secara berkala untuk memastikan efektivitasnya dalam mitigasi konflik gajah dengan masyarakat.

Supartono menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan terhadap keberhasilan kegiatan ini.

“Semoga kolaborasi ini terus terjaga dan semakin memperkuat komitmen bersama dalam upaya konservasi Gajah Sumatera di Bumi Lancang Kuning,” tutup Supartono.*


Sumber: https://www.cakaplah.com/berita/baca/129708/2025/11/10/hindari-konflik-gajah-betina-di-tesso-tenggara-dipasang-kalung-pelacak
Penulis  CK2, Editor  Delvi Adri

Bocah SD yang Diinjak Gajah Sumatera di Pekanbaru Meninggal Dunia Sumber: https://regional.kompas.com/read/2025/11/01/122559678/bocah-sd-yang-diinjak-gajah-sumatera-di-pekanbaru-meninggal-dunia. Membership: https://kmp.im/plus6 Download aplikasi: https://kmp.im/app6

PEKANBARU, KOMPAS.com – Bocah perempuan yang terluka berat akibat diinjak gajah sumatera di Kelurahan Rantau Panjang, Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru, Riau, meninggal dunia pada Sabtu (1/11/2025).

Korban bernama lengkap Ezra Citra Juniani Purba (8). Murid SD Negeri 128 Pekanbaru ini meninggal dunia setelah dua hari dirawat di RSUD Arifin Achmad di Pekanbaru.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Supartono membenarkan kabar duka ini.

“Kami keluarga besar BBKSDA Riau turut berduka cita yang mendalam atas berpulangnya ananda Ezra Citra Juniani Purba,” ucap Supartono melalui pesan WhatsApp kepada Kompas.com, Sabtu.

Supartono mengatakan, lokasi kejadian gajah yang menyerang manusia itu merupakan areal lintasan gajah.

Ada faktor yang membuat gajah singgah, karena melihat adanya pakan jagung di sebelah rumah korban.

“Untuk mencegah gajah datang atau singgah, kami mengimbau kepada masyarakat di sekitar lokasi kejadian, jangan ada jenis tanaman di sekeliling rumah, seperti jagung, jahe, cabai, jeruk dan serai wangi,” kata Supartono.


Baca selengkapnya di sumber: https://regional.kompas.com/read/2025/11/01/122559678/bocah-sd-yang-diinjak-gajah-sumatera-di-pekanbaru-meninggal-dunia.

Gakkum Tangkap Anak Ladang, Ini Kritik Kanopi Hijau

KBRN, Bengkulu: Operasi penindakan yang digelar oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kehutanan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia di Bentang Alam Seblat, yang merupakan koridor kritis habitat Gajah Sumatera, disambut dengan kritik tajam oleh organisasi lingkungan hidup. Konsorsium Bentang Seblat dan Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Seblat menilai operasi tersebut hanya bersifat lip service dan belum menyentuh aktor intelektual atau ‘dedengkot’ perusakan hutan, baik pemilik konsesi maupun perorangan yang menguasai lahan ilegal puluhan hingga ratusan hektare.

Ali Akbar, Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Anggota Konsorsium Bentang Seblat menyatakan bahwa klaim keberhasilan Gakkum yang baru mengamankan tiga orang perambah—yang disebutnya ‘anak ladang’—sangat tidak seimbang dengan skala kejahatan lingkungan yang terjadi.

Klaim Gakkum Kehutanan yang menyatakan telah berhasil mengamankan 4.000 hektare kawasan dan 1.600 hektare tanaman sawit, diiringi penangkapan tiga individu pada 1 hingga 5 November lalu, dikatakan Ali Akbar tidak masuk akal dan jauh dari harapan.

“Mengamankan 4.000 hektare hanya dengan menangkap tiga orang anak ladang? Itu tidak masuk akal. Bukan begitu cara kerja yang kami inginkan,” tegas Ali Akbar.

Ia menjelaskan bahwa kejahatan kehutanan di Seblat dilakukan secara terorganisir dan melibatkan pemodal besar, bukan hanya perambah kecil. 

Ali mendesak agar penegak hukum mengarahkan fokus pada jaringan ‘dedengkot’ yang memiliki penguasaan lahan ilegal puluhan bahkan hingga ratusan hektare. Sebagai contoh, perlu diselidiki aktor-aktor besar di wilayah Tembulun yang memiliki kebun sawit hingga 60 hektare dan mulai panen. Bahkan, terdapat kasus individu yang menguasai hingga 400 hektare lahan ilegal di Wilayah Teramang, bagian dari koridor gajah.

Ali Akbar membeberkan bahwa individu-individu pemodal besar yang dicurigai—termasuk oknum politisi, oknum aparat, oknum pejabat daerah, dan mantan pejabat daerah—jarang berada di lapangan. Informasi mengenai kepemilikan mereka seringkali hanya didapat dari informasi masyarakat atau temuan awal di lapangan, tetapi hal inilah yang seharusnya didalami dan dipastikan oleh tim Gakkum.

“Kami tidak pernah bertemu dengan orang-orang berinisial R atau S yang disebut-sebut di lapangan sebagai pemiliknya. Yang kami temukan adalah buruh atau anak ladang yang dipekerjakan. Kalau cuma menyelesaikan anak ladang, masih ada ribuan anak ladang lain yang menunggu, karena problemnya adalah krisis lahan dan kemiskinan,” jelasnya.


Baca selengkapnya di sumber : https://rri.co.id/bengkulu/daerah/1959647/gakkum-tangkap-anak-ladang-ini-kritik-kanopi-hijau

Rumah Gajah Sumatera di Bengkulu Lenyap karena Sawit, Aktivis Desak Menhut Bertindak

BENGKULU, KOMPAS.com – Forum Kawasan Ekosistem Esensial (FKEE) Koridor Gajah Seblat Bengkulu mendesak Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, segera bertindak atas musnahnya rumah terakhir gajah sumatera di daerah itu.

Desakan tersebut disampaikan melalui surat resmi kepada Menteri Kehutanan pada Kamis (30/10/2025). Forum menilai praktik perusakan hutan di Bentang Seblat, Bengkulu, yang menjadi habitat gajah sumatera terus berlangsung tanpa tindakan tegas, terutama dalam penegakan hukum kehutanan.

FKEE Bengkulu mencatat, sejak Januari 2024 hingga Oktober 2025, sekitar 1.585 hektar hutan habitat gajah (Elephas maximus sumatranus) di Provinsi Bengkulu telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit.

“Pembukaan hutan secara masif itu terjadi di Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko. Selain berubah menjadi sawit juga ditambah dengan konsesi beberapa perusahaan kehutanan,” kata Anggota Forum KEE, Ali Akbar, dalam keterangan pers, Jumat (31/10/2025).

Dari hasil analisis citra sentinel per 28 Oktober 2025, perambahan besar-besaran menggunakan alat berat diketahui masih berlangsung di Bentang Seblat. Data menunjukkan, hutan alam yang hilang selama 2024 hingga 2025 mencapai lebih dari 2.000 hektar.

“Pembukaan hutan menggunakan alat berat sudah tentu dilakukan oleh orang atau kelompok orang bermodal. Informasi yang kami dapat sampai dengan sekarang tindakan membuka lahan ini masih terus berlangsung,” ujar Ali.

Perambahan tersebut terjadi di kawasan Hutan Produksi (HP) Air Rami dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis serta HPT Air Ipuh I dan II, dengan total luas sekitar 2.085 hektar. Di wilayah ini terdapat dua konsesi perusahaan pemanfaatan hasil kayu.

Forum KEE yang dibentuk sejak 2017 mengaku telah berulang kali mendesak Menteri Kehutanan mengevaluasi izin perusahaan-perusahaan di kawasan itu karena gagal melindungi areal kerjanya dari aktivitas pembalakan liar.

“Perusahaan-perusahaan di kawasan HPT berulang kali gagal mengamankan wilayah kerjanya yang dibuktikan dengan perubahan tutupan hutan di wilayah itu, ribuan hektar sudah jadi kebun sawit,” ucap Ali.

Bahkan, Gubernur Bengkulu pada 2022 juga telah mengirim surat kepada Menteri Kehutanan untuk mengevaluasi keberadaan dua perusahaan tersebut, karena aktivitasnya di lokasi sudah tidak optimal.


Baca selengkapnya di sumber: https://regional.kompas.com/read/2025/10/31/201615878/rumah-gajah-sumatera-di-bengkulu-lenyap-karena-sawit-aktivis-desak-menhut.

Forum KEE surati Menhut pastikan keselamatan gajah di Bengkulu

Bengkulu (ANTARA) – Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Seblat Bengkulu menyurati Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni untuk segera bertindak dan mengambil langkah tegas memastikan keselamatan rumah terakhir gajah Sumatera yang ada di Bengkulu.

“Desakan disampaikan melalui surat kepada Menteri Kehutanan yang dilayangkan pada Kamis, 30 Oktober 2025 sebagai keprihatinan atas praktik-praktik perusakan hutan yang terus terjadi di Bentang Seblat selama bertahun-tahun tanpa ada tindakan tegas,” kata Anggota Forum KEE yang juga Ketua Kanopi Hijau Indonesia Ali Akbar di Bengkulu, Jumat.

Laju kerusakan Kawasan Hutan Bentang Seblat yang merupakan kawasan hutan terakhir habitat gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatranus) semakin parah belakangan. Forum KEE pun menilai tidak ada tindakan tegas memastikan keselamatan kawasan gajah tersisa di Bengkulu ini selamat.

Forum KEE menyoroti program konservasi kehutanan yang saat ini berlangsung di Bentang Seblat yang dikelola dan tujuan utamanya melestarikan habitat gajah Sumatera di Bengkulu.

Baca juga: Kemenhut pantau keberadaan 42 individu harimau Sumatra di Bengkulu

 

Program itu seyogyanya dapat memberikan dampak nyata dalam perlindungan ekosistem Bentang Seblat, terutama wilayah koridor gajah seluas 80.987 hektare yang sudah ditetapkan pada 2020.

“Jika berkaca dari situasi sekarang, di mana laju kerusakan kawasan hutan dilakukan secara terang-terangan, kawanan gajah yang semakin jarang ditemui, maka program ini perlu dievaluasi secara menyeluruh, program ini agenda utamanya adalah menyelamatkan satwa kunci seperti harimau dan gajah. Kawanan gajah yang semakin sulit ditemui menunjukkan bahwa populasi ini terancam,” ucapnya.

Analisis citra sentinel per 28 Oktober 2025 ditemukan perambahan secara masif dan besar-besaran, bahkan menggunakan alat berat sedang terjadi di Bentang Seblat. Data menunjukkan areal hutan alam yang hilang dalam kurun 2024-2025 mencapai lebih dari 2.000 hektare.

Perambahan secara masif itu terjadi dalam Hutan Produksi (HP) Air Rami dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis seluas 1.585 hektare yang masuk dalam konsesi PT Anugerah Pratama Inspirasi (API) dan dalam HPT Air Ipuh 1.

Kemudian, Hutan Produksi Air Teramang dicatat seluas lebih 500 hektare yang masuk dalam konsesi PT Bentara Arga Timber (BAT) yang masih terjadi hingga saat ini.

“Pembukaan hutan menggunakan alat berat sudah tentu dilakukan oleh orang atau kelompok orang bermodal. Informasi yang kami dapat sampai dengan sekarang tindakan membuka lahan ini masih terus berlangsung,” ucap Ali.

Oleh karena itu, Forum KEE pun meminta Kementerian Kehutanan mengevaluasi cepat dan mencabut izin konsesi PT API dan PT BAT. Berdasarkan pasal 32 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan pemegang izin berkewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya.

Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, menyebutkan bahwa setiap pemegang PBPH pada hutan produksi wajib melakukan perlindungan hutan di areal kerjanya, melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan di areal kerjanya, bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya, serta melakukan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan di areal kerjanya.

Kemudian, forum juga menginginkan adanya evaluasi dan tata ulang implementasi proyek Conserve di Bengkulu, sehingga sejalan dengan tujuan utama program itu tercapai sesuai semangatnya

Tujuannya proyek tersebut, yaitu upaya pelestarian keanekaragaman hayati, utamanya satwa terancam punah gajah Sumatera dan memperkuat pengelolaan lanskap prioritas baik di dalam dan di luar kawasan konservasi, serta berkontribusi mendukung program-program nasional, antara lain Forestry and Other Land Uses (Folu) Net Sink 2030, dan Enhanced Nationally Determined Contribution.

Forum KEE juga meminta agar status Kawasan Bentang Seblat ditingkatkan statusnya, khusus areal koridor gajah seluas 80.987 hektare menjadi kawasan Suaka Margasatwa sebagai upaya perlindungan dua satwa kharismatik Sumatera yaitu harimau dan gajah Sumatera yang tersisa di Provinsi Bengkulu.

Forum juga menuntut penindakan secara hukum seluruh pelaku kejahatan kehutanan di wilayah Bentang Seblat sebagai wujud penegakan hukum serta memberikan efek jera sekaligus sebagai upaya melindungi kawasan hutan negara yang tersisa.


Sumber : https://www.antaranews.com/berita/5211581/forum-kee-surati-menhut-pastikan-keselamatan-gajah-di-bengkulu

Balai Tesso Nilo Umumkan Kematian Anak Gajah Tari, Penyebabnya Masih Diselidiki

JAKARTA, KOMPAS.com – Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Pelalawan, Riau, mengumumkan kematian anak gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) bernama Kalistha Lestari atau Tari.

Tari ditemukan tak bernyawa di camp Elephants Flying Squad SPTN Wilayah I Lubung Kembang Bunga Balai, Rabu, (10/9/2025) pukul 08.00 WIB. Pada 9 September 2025, Tari masih menunjukkan kondisi sehat.

“Pagi hari sekitar pukul 07.43 WIB, Tari tampak aktif, bermain seperti biasa, dengan nafsu makan normal, feses baik serta tanpa tanda kelemasan,” tulis Balai TNTN dalam laman Instagram-nya, Rabu.

Intensitas menyusui dilaporkan sedikit berkurang. Saat sore hari sekitar pukul 17.00 WIB Tari tampak stabil tanpa menunjukkan gejala sakit apa pun.

“Namun pada Rabu, 10 September 2025, sekitar pukul 08.00 WIB, mahout yang bertugas mendapati Tari dalam keadaan berbaring tanpa gerakan dan segera dinyatakan mati,” papar Balai TNTN.

Mahout atau pawang gajah kemudian menghubungi dokter hewan untuk memeriksa fisik anak gajah tersebut. Hasil pemeriksaan awal menunjukkan tidak ada luka tau trauma pada tubuh, tetapi perut terlihat sedikit menggembung.

Untuk memastikan penyebab kematian, dokter melakukan tindakan nekropsi yakni bedah bangkai lalu mengambil sampel organ guna pemeriksaan laboratorium. Sampel tersebut nantinya dikirim ke Bogor untuk analisis lebih lanjut.

“Hasil resmi akan disampaikan setelah proses analisis selesai. Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kepedulian berbagai pihak terhadap kelestarian gajah Sumatera,” kata Balai TNTN.


Baca selengkapnya di sumber :  https://lestari.kompas.com/read/2025/09/10/191400786/balai-tesso-nilo-umumkan-kematian-anak-gajah-tari-penyebabnya-masih