Pawang di Konservasi Padang Sugihan Tewas, Diduga Diseruduk Gajah

Banyuasin – Seorang pawang gajah atau Mahout di Konservasi Padang Sugihan, Banyuasin Sumatera Selatan (Sumsel), tewas saat bertugas. Korban diduga diseruduk gajah.
Korban yakni Warsido (42) warga Desa Sidomulyo 20 Kecamatan Muara Padang, Banyuasin. Kejadian ini terjadi pada Kamis (2/5/2024) pagi di konservasi gajah di jalur 21, Banyuasin Sumsel.

Humas BKSDA Sumsel, Andre membantah jika pawang gajah Warsido tewas terinjak gajah. Menurut Andre Warsido meninggal dunia bukan karena diinjak tapi kecelakaan kerja.

“Bukan diinjak tapi kecelakaan kerja saat lagi tugas mengiring gajah jinak Kamis (2/5/2024) pagi,” katanya Minggu (5/5/2024).

Menurutnya, saat kejadian tidak ada yang melihat Warsido terinjak gajah. Namun menurut informasi saat Warsido melaksanakan tugas di pagi hari untuk melakukan pemeliharaan gajah peliharaannya tiba – tiba ada gajah lain.


Baca selengkapnya di sumber : https://www.detik.com/sumbagsel/berita/d-7326155/pawang-di-konservasi-padang-sugihan-tewas-diduga-diseruduk-gajah

BKSDA Sumsel Cek Lokasi Kawanan Gajah yang Tewaskan Ibu Hamil di Mura

Musi Rawas – Setelah mendapat laporan adanya gerombolan gajah menginjak Karsini (33) hingga tewas di Musi Rawas, BKSDA Sumsel langsung meninjau ke lapangan. Kepala BKSDA Sumsel Wilayah II Lahat Yusmono mengatakan pihaknya memeriksa keberadaan gajah tersebut.
“Petugas kami sudah berada di lokasi kejadian. Korban langsung dibawa ke desa asalnya di Kabupaten Banyuasin, sedangkan gajahnya saat pengecekan sudah pergi,” katanya saat dikonfirmasi detikSumbagsel, Senin (9/9/2024)

Yusmono mengungkapkan daerah tersebut memang merupakan habitat gajah liar. Namun, banyak wilayah yang sudah dimanfaatkan sebagai perkebunan oleh masyarakat.

“Dari dulu di kawasan itu memang sudah ada gajahnya, tapi karena sudah banyak perkebunan dan permukiman warga di sana sehingga tak jarang gajah itu masuk ke sana,” ungkapnya.

Selain itu, Yusmono mengatakan adanya jalan lintas yang menghubungkan Kabupaten PALI dan Kecamatan Musi Rawas membuat habitat gajah tersebut semakin sempit.


Baca selengkapnya di sumber: https://www.detik.com/sumbagsel/berita/d-7532644/bksda-sumsel-cek-lokasi-kawanan-gajah-yang-tewaskan-ibu-hamil-di-mura

Wanita di Banyuasin Tewas Diserang Gerombolan Gajah Liar

Jakarta, ERANASIONAL.COM – Seorang wania berusia 34 tahun dinyatakan tewas setelah diserang segerombolan gajah liar saat menyadap karet bersama suaminya, Minggu (8/9/2024).

Kapolres Mura AKBP Andi Supriadi, melalui Kapolsek Muara Lakitan, AKP MA Karim, mengatakan korban Karsini sendiri tengah hamil dengan usia kandungan 5 bulan.

Dia menuturkan, Karsini berasal dari Desa Talang Jawa Kecamatan Betung Kabupaten Banyuasin.
Hanya saja, bersama suaminya, Rasum sudah 6 tahun menetap di SP 5 HTI, Desa Tri Anggun Jaya, Kecamatan Muara Lakitan.

“Peristiwa itu terjadi saat korban bersama suaminya sedang menyadap karet di kebun milik Barno, tiba-tiba datang segerombolan gajah liar,” kata dia dikutip dari Kumparan, Senin (9/9/2024).

Gajah liar yang diperkirakan berjumlah 15 ekor itu langsung menyerang dan mengejar pasangan suami istri tersebut

“Suaminya berhasil selamat. Namun Karsini meninggal dunia akibat serangan gerombolan gajah tersebut,” katanya.
Atas kejadian ini, Kapolsek mengimbau agar warga berhati-hati, karena di Desa Tri Anggun Jaya memang banyak gajah liar.


Baca selengkapnya di sumber : https://daerah.eranasional.com/78481/wanita-di-banyuasin-tewas-diserang-gerombolan-gajah-liar

Seekor Anak Gajah Ditemukan Hanyut di Sungai Pantanlah

BENER MERIAH | Se-ekor anak gajah berjenis kelamin jantan hanyut di sungai peusangan yang berlokasi tepatnya di Desa Pantanlah, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, Aceh pada Selasa, (20/8/2024).

Informasi yang diterima Nanggroe.media bahwa gajah berjenis kelamin jantan diperkirakan berusia 5 bulan itu ditemukan oleh salah seorang warga setempat.

“Anak gajah berjenis kelamin jantan diperkirakan berusia 5 bulan hanyut di sungai peusangan tepatnya di Desa Pantanlah. Gajah itu ditemukan oleh warga,” kata salah seorang warga setempat kepada Nanggroe.media.

Diduga, anak gajah berjenis kelamin jantan tersebut tersesat di seputaran aliran sungai peusangan dan berakhir hanyut akibat derasnya arus sungai.

Warga setempat kepada Nanggroe.media mengatakan, saat ini gajah tersebut telah di selamatkan oleh warga setempat.

Terlihat dari rekaman video kiriman warga, anak gajah tersebut dalam keadaan kondisi baik.

“Kami menunggu pihak terkait untuk menindaklanjuti terkait anak gajah yang telah hanyut ini,” tutupnya.


Sumber : https://www.nanggroe.media/news/seekor-anak-gajah-ditemukan-hanyut-di-sungai-pantanlah/

Peringati Global Elephant Day 2024, Dimeriahkan dengan Berbagai Kegiatan Pendidikan Konservasi dan Fieldtrip di CRU

Katacyber.com | Aceh Timur-Siswa SMK N 1 Lokop, Mahasiswa KKN Melayu Serumpun, dan Mahasiswa PGMI IAIN Langsa mengikuti pendidikan konservasi dan Fieldtrip Ke CRU Serbajadi dalam rangka menyambut hari Gajah sedunia 2024 yang di selenggarakan oleh Forum Konservasi Leuser berkolaborasi dengan BKSDA Aceh dan Forum Konservasi Gajah Indonesia, (14/08/2024)

Hari Gajah sedunia yang diperingati setiap tanggal 12 Agustus menjadi salah satu hari simbolik dalam upaya-upaya konservasi terhadap satwa liar khususnya Gajah. Hal ini dikarenakan Gajah merupakan salah satu spesies kunci dalam menjaga keseimbangan ekosistem didalam hutan.

Selain itu, Gajah ternyata menjadi salah satu hewan yang terancam punah dikarenakan banyak faktor antara lain seperti perburuan liar, kehilangan habitat, dan terjadi interaksi negatif antara gajah dan manusia.

Kegiatan pendidikan konservasi dan fieldtrip ini dilaksanakan sebagai upaya penyadartahuan kepada generasi muda untuk mengetahui pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan beserta flora-fauna di dalamnya,diharapkan nantinya generasi muda Aceh berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan pelestarian lingkungan.

Kegiatan ini dilaksanakan 2 hari mulai tanggal 14 s/d 15 agustus 2024 dimulai dengan materi dari BKSDA Aceh yang disampaikan Nur Sholati memaparkan tentang peran penting pemerintah dalam melindungi dan melestarikan satwa liar di provinsi Aceh.

Sementara itu, Zul Asfi sebagai Field Manager Regional 1 FKL dan juga perwakilan dari KORWIL SUMUT FKGI menyampaikan materi tentang pengenalan tentang Gajah, spesies-spesiesnya, status konservasinya dan peranan Gajah dalam menjaga keseimbangan ekologi serta upaya konservasi perlindungan Gajah.

Materi tentang pentingnya menjaga Kawasan Ekosistem Leuser untuk masa depan Aceh dan dunia, sampaikan oleh Yoza Aminullah selaku Asisten SPV Edukasi Forum konservasi Leuser.

Yoza menjelaskan tentang fungsi hutan, keanekaragaman hayati didalamny, dampak jika hutan rusak, serta apa yang bisa dilakukan oleh anak muda untuk pelestarian Kawasan Ekosistem Leuser.

Kegiatan juga dilanjutkan dengan kegiatan nonton film lingkungan serta diskusi, menulis surat untuk presiden Republik Indonesia untuk bersama-sama untuk menjaga dan melestarikan hutan serta satwa liarnya karena sekarang banyaknya terjadi kasus konflik antara manusia dan satwa liar khususnya Gajah Sumatera yang terjadi di Aceh Timur akibat dari habitatnya Gajah semakin hari semakin rusak akibat oknum yang tidak bertanggung jawab seperti banyaknya terjadi perambahan liar, perkebunan liar dan perburuan jadi siswa dan mahasiswa ingin menyuarakan kepada presiden untuk melindungi hutan mereka dari kehancuran supaya terhindar dari musibah dan bencana alam.


Baca selengkapnya di sumber : https://katacyber.com/peringati-global-elephant-day-2024-dimeriahkan-dengan-berbagai-kegiatan-pendidikan-konservasi-dan-fieldtrip-di-cru/

Hari gajah sedunia, KSBAS desak pencabutan izin 4 perusahaan di Bentang Seblat

Koalisi Selamatkan Bentang Alam Seblat (KSBAS) Bengkulu menuntut pemerintah mencabut izin empat perusahaan yang mengeksploitasi Bentang Seblat yaitu PT Inmas Abadi, PT Anugrah Pratama Inspirasi (API), PT Bentara Arga Timber (BAT), PT Alno Agro Utama (AAU), demi menyelamatkan gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatranus) dari kepunahan.

Desakan tersebut disampaikan KSBAS Bengkulu yang beranggotakan organisasi terdiri dari mahasiswa, komunitas, siswa dan organisasi masyarakat sipil dalam peringatan Hari Gajah Sedunia 2024 yang digelar di Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat di Bengkulu Utara pada 10-11 Agustus 2024.

Peringatan hari gajah 2024 dirangkai dengan sejumlah agenda antara lain diskusi, eksplore habitat gajah, hingga penyampaian desakan penyelamatan gajah Seblat.

“Koalisi menuntut Kementerian ESDM mencabut izin pertambangan batubara PT Inmas Abadi di atas areal seluas 4.050 ha yang berada di habitat kunci gajah Seblat,” kata Koordinator kemah lingkungan memperingati Hari Gajah Sedunia, Suarli Sarim di PLG Seblat, Minggu.

Anggota koalisi juga mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mencabut Izin PT Anugrah Pratama Inspirasi (PT API), PT Bentara Arga Timber (PT BAT) yang memiliki hak pengusahaan hutan seluas 44.476,15 ha di Bentang Seblat.

Mereka juga menuntut Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) agar mencabut hak guna usaha (HGU) perkebunan PT Alno Agro Utama (AAU) yang membelah habitat gajah.

“Kami mendesak KLHK untuk lebih serius menyelamatkan gajah Sumatera dengan menyelamatkan habitat satwa terancam punah ini,” kata Suarli.

Populasi gajah Sumatera di Bengkulu mengalami penurunan drastis dari 100- 150 tahun 2008 menjadi tidak lebih dari 50 ekor pada tahun 2024 yang tersebar hanya di dua kantong, yaitu kantong Air Rami dan Air Teramang wilayah Bengkulu Utara dan Mukomuko.

Penurunan populasi ini salah satunya akibat kehilangan hutan sebagai “rumah” satwa langka itu. Konsorsium Bentang Alam Seblat mencatat ditemukan tiga ekor gajah mati dalam kurun 2020-2022.

Padahal satwa gajah masuk ke dalam daftar merah spesies terancam punah (critically endangered) yang dikeluarkan Lembaga Konservasi Dunia-IUCN. Gajah Sumatera juga masuk dalam satwa dilindungi menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan diatur dalam peraturan pemerintah yaitu PP No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Selain menjadi rumah terakhir gajah, bentang Seblat seluas 323 ribu ha juga memiliki fungsi layanan alam bagi kehidupan dan penghidupan rakyat di Kecamatan Putri Hijau dan Marga Sakti Seblat, terutama sebagai sumber air.

Berdasarkan pemantauan Konsorsium Bentang Alam Seblat, periode 2020-2023, dari 80.978 ha area kunci habitat gajah di Bentang Seblat, seluas 31,1 ribu ha sudah rusak akibat perambahan hutan untuk dijadikan kebun sawit.

“Ini menunjukkan keseriusan menyelamatkan hutan Seblat juga dipertanyakan,” kata Jorgi Samudra Triananda dari Kelompok Aktivis Mahasiswa Pecinta Alam (MAHUPALA) Universitas Bengkulu.

Gajah Kalimantan Resmi Masuk Daftar Hewan Terancam Punah

Gajah borneo, atau lebih akrab disebut gajah kalimantan, resmi diklasifikasikan sebagai hewan “Terancam Punah” (Endangered) oleh International Union of the Conservation of Nature (IUCN). Populasi gajah terkecil di dunia ini terus menurun akibat mengalami kerusakan habitat hingga konflik dengan manusia.

Gajah kalimantan memiliki tubuh yang lebih kecil ketimbang kerabatnya, tingginya sekitar 2,5 hingga 3 meter. Mereka telah lama dicurigai sebagai subspesies gajah Asia, dengan beberapa pihak berpendapat gajah kalimantan terpisah dari spesies gajah Asia lain sekitar 300.000 tahun lalu.

Kini, penelitian baru yang dilakukan oleh tim di Natural History Museum (NHM) di London berhasil mengonfirmasi kebenaran tersebut: Gajah kalimantan adalah subspesies dari gajah Asia. Ini membuat mereka ditempatkan sebagai hewan terancam punah dalam Daftar Merah IUCN.

Penelitian ini melibatkan perbandingan dari 120 tengkorak gajah Asia dalam koleksi NHM, yang mengungkapkan beberapa perbedaan utama yang terlihat antara gajah kalimantan dengan kerabat dekat mereka yang lebih besar, salah satunya dalam hal ukuran kepalanya. Selain itu, penelitian genetik juga menunjukkan perbedaan jelas antara kedua spesies ini.

Dengan penelitian dan pengklasifikasian gajah kalimantan sebagai subspesies ini, diharapkan upaya pelestarian gajah kalimantan bisa lebih baik lagi.
Saat ini, diperkirakan hanya ada sekitar 1.000 gajah kalimantan yang tersisa, dengan populasi yang terus menurun akibat meningkatnya konflik dengan manusia dan penebangan hutan di habitat aslinya di Kalimantan. Penebangan hutan tersebut dilakukan baik untuk pembangunan infrastruktur maupun pembukaan lahan kelapa sawit.

Saat ini, diperkirakan hanya ada sekitar 1.000 gajah kalimantan yang tersisa, dengan populasi yang terus menurun akibat meningkatnya konflik dengan manusia dan penebangan hutan di habitat aslinya di Kalimantan. Penebangan hutan tersebut dilakukan baik untuk pembangunan infrastruktur maupun pembukaan lahan kelapa sawit.

“Melestarikan keanekaragaman hayati berarti melestarikan variasi alami di semua tingkatan, tidak hanya spesies berbeda tapi juga populasi unik dalam spesies,” kata Professor Adrian Lister, paleobiolog di NHM dan anggota tim yang melakukan penelitian sebagaimana dikutip IFL Science.


Baca selengkapnya di https://kumparan.com/kumparansains/gajah-kalimantan-resmi-masuk-daftar-hewan-terancam-punah-231WWMC0fEH/full

Lagi, Gajah Mati di Areal Konsesi Jambi

Kasus kematian gajah sumatera kembali terjadi di areal konsesi hutan tanaman industri dalam ekosistem Bukit Tigapuluh di Kabupaten Tebo, Jambi. Kali ini, gajah mati muncul di hutan tanaman industri konsesi PT Wirakarya Sakti, menyusul kasus sebelumnya di kawasan PT Lestari Asri Jaya.

Seekor gajah anakan ditemukan mati di Distrik VIII PT Wirakarya Sakti, Desa Muaro Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Jambi. Kematian gajah diperkirakan pada awal Juni 2024 dan baru dilaporkan kepada pihak BKSDA Jambi seminggu kemudian. (istimewa)

Lokasi kematian gajah berada dalam Distrik VIII Areal Produksi PT Wirakarya Sakti (WKS), anak usaha Sinar Mas Forestry. Bangkai gajah tergeletak persis di tengah jalan.

Gajah berjenis kelamin betina itu diperkirakan berusia 5 tahun. Di sekitar lokasi tidak ditemukan kawanannya. Namun, gajah diperkirakan berasal dari rombongan gajah Cinta yang biasa menjelajah di wilayah itu.

Di sekelilingnya merupakan areal penanaman monokultur eukaliptus. Dari keterangan petugas perusahaan, bangkai gajah baru diketahui sewaktu pengecekan lapangan.

”Perusahaan berencana menyemprotkan chemical weeding ke tanaman, ternyata ada gajah mati,” kata Kepala Bagian Tata Usaha Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi Teguh Sriyanto, kepada Kompas, Rabu (19/6/2024).

Teguh mengatakan, ada sejumlah kejanggalan dari kedua temuan kasus sehingga langsung diselidiki Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Sumatera di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menurut Teguh, diduga gajah mati pada awal Juni. Namun, kasus ini baru dilaporkan tim lapangan PT Wirakarya Sakti (WKS) satu pekan setelah kematian.

Bangkai gajah berada di areal tanaman eukaliptus yang baru berumur sekitar satu tahun. Areal tersebut diketahui baru dilakukan penyemprotan gulma. (istimewa)

”Saat tim dokter hewan ke lokasi, kondisi gajah sudah membusuk dikerubungi belatung,” jelasnya.

Hal itu membuat tim kesulitan menelusuri penyebab kematian gajah dilihat dari kondisi organ tubuhnya. Dalam proses nekropsi, sejumlah organ yang biasanya diambil untuk sampel uji laboratorium juga sudah membusuk. ”Pengujian sampel menjadi sulit,” tambahnya.

 

Kematian Berulang

Teguh menyesalkan berulangnya kejadian gajah mati dalam wilayah konsesi. Sebelumnya, awal Mei 2024, ditemukan pula gajah mati dalam konsesi PT Lestari Asri Jaya (LAJ), anak usaha PT Royal Lestari Utama, pemasok bahan karet alam untuk usaha ban terkemuka Michelin. Kematian gajah diduga kuat terkait dengan pemasangan pagar listrik yang tidak sesuai standar sehingga mengancam keselamatan gajah.

Atas kasus-kasus itu, pihaknya menyurati pada pemangku izin wilayah kelola di Bentang Alam Bukit Tigapuluh. BKSDA meminta perusahaan bertanggung jawab dan berkomitmen melindungi dan memastikan keselamatan satwa liar dilindungi dalam area konsesinya.

Juru Bicara PT WKS Taufiqurrahman membenarkan lokasi matinya gajah berada dalam konsesi itu. ”Tetapi lokasinya berbatasan dengan kebun-kebun warga yang ditanami sawit,” katanya.

Timnya coba menyisir kebun-kebun di sekitar kematian gajah dan mendapati ada areal yang bekas penyemprotan bahan kimia. Namun, ia tak dapat memastikan apakah ada kaitan dengan kematian gajah.

Terkait penyemprotan cairan pembersih lahan di areal produksi perusahaan itu, ujarnya, tidak dilakukan dalam area yang bersinggungan dengan kebun masyarakat. Pihaknya memang memanfaatkan teknologi drone untuk penyemprotan, tetapi itu dilakukan pada wilayah yang jauh dari permukiman.

Karena sudah membusuk, Tim dokter hewan BKSDA Jambi yang datang ke lokasi tidak dapat melakukan nekropsi (bedah bangkai) karena organ dalam sudah hancur. (istimewa)

Dari informasi yang diterima, lokasi kematian gajah berada di areal produksi tanaman berusia sekitar 1 tahun. Penyemprotan tersebut mematikan gulma, rumput, bahkan pohon pisang yang ada di sekitar areal produksi yang berbatasan dengan area Hutan Kemasyarakatan yang dikerjasamakan dengan PT WKS.

Petani Gayo di Aceh Keluhkan Keberadaan Gajah

Konflik manusia dengan gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) di lanskap Daerah Aliran Sungai Peusangan, meliputi Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh, semakin masif. Dampak konflik itu mengancam jiwa dan memukul ekonomi warga. Sejumlah gajah juga mati tersengat listrik.

Dilansir dari Kompas.id, Kepala Mukim Datu Derakal, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Bener Meriah, Syahrial, Senin (24/6/2024), mengatakan, konflik gajah dengan manusia semakin masif. Gajah liar kian sering masuk ke perkebunan, bahkan hingga ke pekarangan rumah.

”Kebun tebu dua hektar milik saya habis dirusak gajah. Kalau malam, kadang-kadang gajah lewat di samping rumah,” kata Syahrial. Rumah Syahrial berada di tepi Jalan Nasional Bireuen-Takengon.

Ilustrasi kawanan gajah sumatera (Kartika Yunianto/FKGI)

Warga Kemukiman Datu Derakal mayoritas petani. Mereka menanam nanas, kopi, dan palawija. Namun, dalam 10 tahun terakhir, mereka tidak bisa mengelola kebun secara maksimal karena sering dirusak gajah.

”Banyak lahan warga yang tidak dikelola lagi, takut ke kebun. Sekarang mereka jadi buruh di PT (perusahaan sawit),” kata Syahrial.

Kanal Sawit Picu Eskalasi Konflik

Konflik gajah mulai terjadi sekitar tahun 2010, tetapi masih skala kecil. Tahun 2017 gajah liar mulai terlihat di perkebunan warga. Seiring waktu konflik semakin terbuka, gajah-gajah mulai masuk ke permukiman. ”Sekarang setiap hari, gajah tidak pindah-pindah ke perkebunan,” kata Syahrial.

Menurut dia, awalnya konflik dipicu aktivitas perkebunan kelapa sawit. Pihak perkebunan membuat parit pembatas agar gajah tidak masuk ke perkebunan. Padahal, kawasan itu adalah jalur jelajah gajah. Dampaknya, gajah bermigrasi ke wilayah budidaya warga.

”Perusahaan banyak uang, bisa dibuat parit keliling, kalau warga tidak sanggup sewa alat berat,” kata Syahrial. Meski pesimistis, dia masih berharap pemerintah serius menangani konflik gajah di DAS Peusangan. Tujuannya, agar warga dan satwa sama-sama bisa hidup tenang.

Kepala Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah, Saleh Kadri juga menyampaikan kegelisahan atas konflik gajah yang tidak berujung itu. Saleh mengatakan, warga mengalami kerugian ekonomi berulang karena kebun dirusak gajah. Satu warganya bahkan meninggal saat hendak mengusir gajah dari perkebunan.

Kematian gajah di Desa Karang Ampar, Ketol, Kabupaten Aceh Tengah, (20/2/2024) diduga akibat tersengat pagar listrik arus bolak balik yang dipasang pemilik kebun. (Foto : Antara/HO/TPFF Karang Ampar)

”Sampai kapan konflik ini terjadi? Kami sudah pasrah dengan keadaan,” kata Saleh.

Karang Ampar berbatasan dengan hutan. Sebagian besar warga Karang Ampar merupakan suku Gayo. Mereka menanam kopi dan palawija. Dari jalan nasional Bireuen-Takengon, jarak ke desa itu sekitar 30 kilometer dengan jalan sempit dan menanjak.

Saleh menuturkan, dalam keadaan putus asa, sebagian warga nekat memasang pagar listrik di kebun atau pekarangan rumah. Tujuannya bukan untuk membunuh satwa lindung itu, melainkan melindungi kebun dan rumah.

Namun, tetap saja ada gajah yang mati. Tahun ini, di Karang Ampar, dua gajah mati tersengat listrik di perkebunan. ”Kami sudah melarang, tetapi ada beberapa warga yang masih memasang,” kata Saleh.

Ia mengatakan, kini kerugian ekonomi sudah tidak terhitung, tetapi dia memperkirakan kerugian miliaran rupiah. Kebun pinang, kopi, durian, dan pisang milik warga berulang-ulang jadi sasaran amukan mamalia besar itu. Saleh mempertanyakan keseriusan pemerintah menangani konflik gajah di kampungnya. ”Kami mencintai gajah, tetapi tolong juga lindungi kehidupan warga,” kata Saleh.Selama ini penanganan konflik bersifat sementara, gajah liar dihalau menggunakan mercon, tetapi keesokan harinya gajah kembali masuk ke perkebunan. Saleh menginginkan ada solusi jangka panjang.

Bangun Koridor

Sebelumnya, untuk mengakhiri konflik gajah di DAS Peusangan, Pemprov Aceh telah menyusun rencana induk pengembangan kawasan perlindungan satwa liar di lanskap DAS Peusangan. Sedikitnya 45.968 hektar lahan dalam DAS Peusangan disiapkan sebagai koridor gajah sumatera.

Asisten II Pemkab Bireuen Dailami menuturkan, penataan koridor gajah sumatera di DAS Peusangan sangat mendesak untuk dilakukan. Pasalnya, intensitas konflik gajah sumatera di kawasan itu semakin masif. Aksi cepat dan konkret diperlukan agar satwa lindung yang terancam punah itu terselamatkan.

Menurut Dailami, salah satu strategi yang paling mendesak adalah menetapkan sebagian koridor satwa di DAS Peusangan sebagai taman hutan raya (tahura) yang sedang digagas Pemkab Aceh Tengah. ”Jika memungkinkan, tahura meliputi Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Bireuen, karena bicara koridor gajah di DAS Peusangan berada di tiga daerah ini,” kata Dailami.

Ketua Pusat Riset Konservasi gajah dan Biodiversity Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh,

Abdullah mengatakan, konflik gajah di DAS Peusangan semakin masif. Pemicunya beragam, mulai dari alih fungsi lahan di koridor satwa, pembalakan liar, hingga pengelolaan kawasan budidaya yang keliru. Dampak dari konflik ialah kerugian ekonomi karena perkebunan rusak hingga kematian gajah sumatera karena dibunuh.

Ia mengatakan, sebenarnya kondisi habitat di DAS Peusangan masih cukup bagus dan ketersediaan pakan alami masih melimpah. Namun, sebagian koridor terfragmentasi sehingga area jelajah terputus. Menurut Abdullah, pembentukan tahura merupakan salah satu solusi terbaik. Di sisi lain, dia juga mendorong agar pengelolaan perkebunan warga di penyangga koridor gajah menyesuaikan komoditasnya.

 

Koridor Satwa Jadi Perkebunan Sawit Picu Konflik Gajah di DAS Peusangan Aceh

Alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit di koridor satwa lindung gajah sumatera di Daerah Aliran Sungai (DAS) Peusangan memicu meningkatnya konflik satwa di Kabupaten Bireuen, Bener Meriah, dan Aceh Tengah. Pengelolaan kawasan perlu dilakukan dengan arif agar aktivitas ekonomi manusia tidak mengancam keberlangsungan hidup satwa lindung.

Pembina Yayasan Aceh Green Conservation (AGC) Suhaimi Hamid, dihubungi Kompas pada Kamis (20/6/2024), mengatakan, konflik gajah di kawasan DAS Peusangan mulai terjadi tahun 2010 setelah konflik bersenjata berakhir. Tahun 2005, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah RI sepakat berdamai. Kombatan GAM yang selama ini bergerilya di hutan keluar dan menjalani kehidupan normal di kampung.

Infografis Sebaran Populasi dan Kematian Gajah Sumatera di Aceh (Kompas.id)

Ketika gerilyawan GAM keluar dari hutan dan tidak ada kontak tembak, pengusaha perkebunan kian langgeng untuk merambah hutan. ”Setelah perdamaian, ekspansi perkebunan kelapa sawit mulai masif. Kawasan yang seharusnya dipertahankan sebagai hutan telah jadi perkebunan,” kata Suhaimi.

Menurut dia, sebagian perkebunan sawit di DAS Peusangan masuk dalam areal jelajah gajah sumatera. Pembangunan kanal di areal perkebunan memutus jalur jelajah satwa liar dengan status terancam punah itu. Hal ini berakibat berubahnya jalur jelajah gajah sehingga menimbulkan konflik dengan masyarkaat.

”Dampaknya, gajah bermigrasi ke areal perkebunan warga, bahkan ke permukiman. Dulu tidak ada interaksi negatif gajah dengan manusia seperti sekarang,” ucap Suhaimi. Ia mengatakan, perkebunan sawit tersebut dibuka tanpa izin alias ilegal. Menurut dia, harusnya aktivitas ekonomi manusia tidak menghancurkan habitat satwa lindung. Di luar penegakan hukum, lanjut Suhaimi, para pelaku usaha perkebunan perlu mengakomodasi kepentingan satwa lindung. ”Manusia harus menyadari bahwa Tuhan menciptakan alam untuk semua makhluk. Kita harus bisa berbagi ruang dengan satwa dan hidup berdampingan,” ujar Suhaimi.

Kawasan DAS Peusangan termasuk salah satu lokasi dengan intensitas konflik satwa yang tinggi. Lokasi lain ada di Kabupaten Pidie, Aceh Timur, dan Aceh Jaya. Konflik gajah di DAS Peusangan menghadirkan ancaman bagi warga dan satwa. Beberapa gajah mati karena diracun, ditembak, dan tersengat pagar listrik. Di sisi lain, beberapa warga tewas karena diamuk oleh gajah.


Sumber : Kompas.id https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/06/20/alih-fungsi-hutan-menjadi-perkebunan-picu-konflik-gajah-sumatera-di-das-peusangan-aceh