Diduga Tersetrum, Gajah Sumatera di Aceh Mati di Kebun Warga

TAKENGON, KOMPAS — Dunia konservasi kembali berduka. Seekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) ditemukan mati di perkebunan warga di Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah, Aceh. Penyebab kematian masih didalami, tetapi ada dugaan gajah itu mati terkena pagar listrik.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Ujang Wisnu Barata, Senin (11/3/2024), mengatakan, tim medis telah melakukan nekropsi terhadap bangkai gajah itu. Agar penyebab kematian terungkap, organ dalam satwa itu harus diperiksa di laboratorium.

Selain melalui proses medis, pengungkapan penyebab kematian juga dilakukan melalui proses hukum. Proses nekropsi melibatkan kepolisian. Ujang berharap keterangan yang dikumpulkan kepolisian dari warga setempat memberikan titik terang penyebab kematian.

Saat ditemukan pertama kali oleh warga, bangkai gajah tersebut ditutupi dengan ranting pohon. Ada luka pada bagian tubuhnya yang diduga bekas sengatan listrik tegangan tinggi.

”Kami mendorong kepolisian (memproses hukum), seperti kasus di Pidie Jaya,” kata Ujang.

Ujang mengatakan, ada dugaan gajah tersebut mati karena terkena kabel listrik yang dipasangi petani di areal perkebunan. Menurut Ujang, perlu sosialisasi lebih masif agar petani tidak menggunakan kabel listrik sebagai pagar perkebunan.

Ujang menuturkan, penanganan konflik satwa di Aceh harus dilakukan bersama dan melibatkan banyak pihak. Pasalnya, saat ini sebagian besar populasi gajah di berada di luar kawasan konservasi.

Sebelumnya, pada Selasa (20/2/2024), seekor gajah ditemukan mati di Desa Aki Neungoh, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya. Gajah jantan itu mati karena terkena kabel listrik tegangan tinggi yang dipasangi warga di areal perkebunan. Sementara kasus kematian gajah di Kabupaten Nagan Raya pada Jumat (1/3/2024) hingga kini belum diketahui.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Aceh mencatat, dalam periode 2019-2023, sebanyak 22 gajah sumatera di Aceh mati. Penyebab kematian beragam mulai dari diburu, terkena kabel listrik, dan sakit.

Ketua Tim Pengaman Flora dan Fauna di Kampung Karang Ampar, Muslim, mengatakan, konflik gajah dengan manusia di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah semakin masif. Kawanan gajah semakin sering masuk ke areal perkebunan warga. Tidak terhitung kerugian ekonomi yang dialami petani.

“Perlu sosialisasi lebih masif agar petani tidak menggunakan kabel listrik sebagai pagar perkebunan.”

Muslim mengatakan, karena konflik tidak kunjung terselesaikan, sebagian petani mengambil inisiatif melindungi kebun dengan memasangi pagar listrik.

”Petani tidak punya modal untuk pengadaan power fencing (kabel listrik tegangan searah), makanya dipasangi kabel biasa,” kata Muslim.

Bangkai gajah sumatera di Desa Aki Neungoh, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh, Selasa (20/2/2024).

Muslim mendesak BKSDA Aceh, Pemprov Aceh, Pemkab Bener Meriah, dan Pemkab Aceh Tengah untuk lebih serius menangani konflik satwa di daerahnya. Penanganan konflik gajah di sana belum komprehensif. Selama ini, saat kawanan gajah masuk ke kawasan budidaya warga dan petugas menghalau menggunakan petasan. Namun, keesokan harinya gajah tersebut kembali memasuki areal perkebunan


Baca selengkapnya di sumber : https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/03/11/diduga-tersetrum-gajah-sumatra-di-aceh-mati-di-kebun-warga

SIARAN PERS Kematian Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus ) di Desa Paya Udeung, Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya

Banda Aceh, 03 Maret 2024
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh. Pada hari Jumat tanggal 01 Maret 2024, BKSDA Aceh mendapatkan informasi dari masyarakat perihal ditemukannya seekor gajah sumatera mati di Areal Penggunaan Lain (APL) Desa Paya Udeung, Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya.

Menindaklanjuti informasi tersebut pada tanggal 02 Maret 2024, tim yang terdiri dari Resort Meulaboh BKSDA Aceh, dokter hewan BKSDA Aceh, dokter hewan PKSL FKH-USK, camat Seunagan, Kapolsek Seunagan, Koramil Seunagan, Mukim Seunagan, Geuchik dan masyarakat setempat menuju lokasi bangkai gajah ditemukan.

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim dokter hewan BKSDA Aceh dan PKSL FKH USK diperoleh hasil sebagai berikut:

  1. Gajah sumatera berjenis kelamin jantan (gading masih utuh) dengan estimasi umur 35 tahun.
  2. Gajah diprediksi sudah mati 1 minggu yang lalu, dengan kondisi bangkai sudah mengalami pembusukan tingkat lanjut (organ sudah mengalami autolisis) sehingga tim medis tidak melakukan pengambilan organ untuk pemeriksaan lebih lanjut.
  3. Tim mengamankan satu pasang gading gajah (kiri dan kanan) kemudian dilakukan proses pengukuran di Polsek Seunagan disaksikan oleh Muspika dan perwakilan masyarakat setempat.
  4. Terdapat 1 pasang gading gajah dengan ukuran:
    − sebelah kanan: panjang 114 cm, diameter pangkal 37 cm, diameter ujung 25 cm
    − sebelah kiri: panjang 105 cm, diameter pangkal 36 cm, diameter ujung 25 cm

Hasil pemeriksaan sampel organ dalam secara makroskopis berupa limpa, paru, ginjal, hati, jantung, usus sudah mengalami outolisis sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium. Selanjutnya BKSDA Aceh akan terus berkoordinasi dengan Polsek Seunagan terkait dengan kematian gajah.
Gajah Sumatera (elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu jenis satwa liar dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi. Berdasarkan The IUCN Red List of Threatened Species, satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus Critically Endangered atau spesies yang terancam kritis, beresiko tinggi untuk punah di alam liar.

BKSDA Aceh menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam khususnya satwa liar gajah Sumatera dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa, serta tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati serta tidak memasang jerat ataupun racun yang dapat menyebabkan kematian satwa liar dilindungi yang dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu, beberapa aktivitas tersebut juga dapat menyebabkan konflik satwa liar khususnya Gajah Sumatera dengan manusia, yang dapat berakibat kerugian secara ekonomi hingga korban jiwa baik bagi manusia ataupun keberlangsungan hidup satwa liar tersebut.


Unduh Siaran Pers

Kedua Gading Utuh, Kematian Gajah Sumatera di Nagan Raya Masih Misteri

SUKA MAKMUE, KOMPAS — Penyebab kematian gajah sumatera di Desa Paya Udeung, Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh masih ditelusuri. Namun, sepasang gading tersebut masih utuh dan kini diamankan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Ujang Wisnu Barat, Selasa (5/3/2024), mengatakan, bangkai satwa lindung itu telah mengalami pembusukan tingkat lanjut sehingga tim medis tidak dapat memeriksa organ.

Padahal, pemeriksaan organ alias nekropsi merupakan metode yang biasa dipakai untuk mengidentifikasi kematian satwa lindung. Bentuk atau kondisi organ seperti hati, paru-paru, limpa, dan jantung pascakematian menjadi petunjuk untuk mengetahui sebab kematian.

”Gajah diprediksi sudah mati satu minggu yang lalu, dengan kondisi bangkai sudah mengalami pembusukan,” kata Ujang.

Baca juga: Gajah Sumatera Mati Tersengat Listrik di Pidie Jaya

Ujang menambahkan bangkai gajah tersebut ditemukan oleh warga pada Jumat (1/3/2024) di luar kawasan konservasi. Saat ini, sebagian besar gajah sumatera berada di luar kawasan konservasi sehingga sangat rawan terjadinya interaksi negatif dengan manusia dan kian mudah menjadi sasaran perburuan.

Infografik Konflik Gajah Sumatera di Aceh

Dalam kasus itu, Ujang menuturkan, sepasang gadingnya masih utuh. Ia pun menduga gajah tersebut mati bukan terkait kepentingan perburuan. Gading merupakan bagian tubuh gajah yang paling banyak diperdagangkan. Dalam banyak kasus perburuan gajah, gading selalu raib diambil oleh pemburu, sedangkan bangkainya dibiarkan membusuk.

Baca juga: Aceh Susun Rencana Aksi Pengelolaan Satwa Liar

Ia menyebutkan, gajah itu berjenis kelamin jantan dan berusia sekitar 35 tahun. Sepasang gading itu ukurannya berbeda, gading kanan panjangnya 114 cm, diameter pangkal 37 cm, diameter ujung 25 cm. Sementara gading sebelah kiri panjangnya 105 cm, diameter pangkal 36 cm dan diameter ujung 25 cm.

Kematian gajah sumatera kian tidak terbendung. Sebelum kasus di Nagan Raya, pada Selasa (20/2/2024) seekor gajah ditemukan mati di Desa Aki Neungoh, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya. Gajah jantan itu mati karena terkena kabel listrik tegangan tinggi yang dipasangi warga di areal perkebunan.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh mencatat dalam periode 2019-2023, sebanyak 22 gajah sumatera di Aceh mati. Penyebab kematian beragam, mulai dari diburu, terkena kabel listrik, hingga sakit.

Gajah merupakan satwa lindung yang terancam punah. Berdasarkan The IUCN Red List of Threatened Species, satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus Critically Endangered atau spesies yang terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar.

Sebelumnya, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Aceh Afifuddin Acal mengatakan, gajah, harimau, orangutan, dan badak merupakan satwa kunci bagi Indonesia. Aceh menjadi salah satu tempat di dunia yang masih menjadi rumah bagi keempat spesies tersebut.

Namun, kematian satwa-satwa tersebut bukanlah hal biasa karena dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Misalnya, gajah dan orangutan membantu dalam proses reboisasi hutan secara alami, sedangkan harimau menjaga keseimbangan populasi satwa lainnya.

Manajer Geographic Information System (GIS) Yayasan HAkA Lukmanul Lukman mengatakan, kerusakan hutan atau deforestasi salah satu penyebab konflik satwa lindung, seperti gajah dan harimau.

HAkA mencatat, dari tahun 2019 hingga 2023 Aceh kehilangan tutupan hutan 57.217 hektar. Untuk diketahui, saat ini 85 persen gajah sumatera di Aceh populasinya berada di luar hutan konservasi.

 

Para pengunjung Conservation Respon Unit Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh, memberikan makanan untuk gajah jinak, Kamis (3/3/2022).

Sementara itu, kasus kematian gajah di Pidie Jaya masih dalam proses hukum oleh kepolisian. Kepolisian Resor (Polres) Pidie Jaya telah menetapkan satu tersangka, yakni MS (35), pengelola kebun yang memasang kabel listrik.

Kasat Reskrim Polres Pidie Jaya Inspektur Satu Irfan mengatakan MS diduga dengan sengaja memasang kabel listrik untuk menghalau hewan untuk masuk ke kebun. Namun, akibat pemasangan kabel listrik tersebut yang terkena justru gajah, satwa yang dilindungi.


Sumber : https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/03/05/sepasang-gading-utuh-tetapi-penyebab-kematian-gajah-sumatera-di-nagan-raya-belum-diketahui

Polres Pidie Jaya Amankan Pelaku Kematian Gajah Tersengat Listrik

PIDIE JAYA NEWS CITRA ACEH

 

Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Pidie Jaya Polda Aceh, berhasil mengamankan seorang warga Aceh Utara berinisial ML (35) terkait kematian seekor gajah liar Sumatera berusia 13 tahun di kawasan Panton Limeng, Kecamatan Bandar Baru Lueng Putu, Kabupaten Pidie Jaya, Selasa (20/2/2024)

Kapolres Pidie Jaya, AKBP Dodon Priyambodo, melalui Kasat Reskrim Polres Pidie Jaya, Iptu Irfan, menjelaskan bahwa ML ditangkap karena diduga sengaja memasang kabel listrik yang menyebabkan tersengatnya gajah liar tersebut, mengakibatkan kematian tragis di kebun pisang.

ML mengklaim pemasangan kabel listrik sebagai upaya pencegahan hama babi dan gangguan lainnya pada kebun pisang dan jagung miliknya, namun tindakan tersebut berujung pada insiden yang menyedihkan.

Iptu Irfan menegaskan bahwa pemasangan kabel listrik telanjang oleh petani di kawasan tersebut, sebagai cara untuk menghalau hama pada malam hari, telah mengakibatkan dampak yang merugikan bagi satwa liar, seperti gajah liar Sumatera yang tewas terlilit kabel listrik.

Kapolres Pidie Jaya, AKBP Dodon Priyambodo, melalui Kasat Reskrimnya, Iptu Irfan, menghimbau kepada seluruh pemilik kebun untuk tidak memasang arus listrik di perkebunan yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Penyelidikan atas kematian gajah liar tersebut telah dilakukan oleh pihak kepolisian setelah menerima laporan dari masyarakat. Barang bukti berupa puluhan meter kabel listrik dan beberapa batang kayu yang digunakan untuk melilit kabel telah disita oleh petugas untuk proses hukum lebih lanjut.

Dua gading masih utuh dari gajah yang meninggal juga telah diamankan sebagai bagian dari alat bukti dalam penanganan kasus ini. Langkah-langkah ini diambil sebagai upaya penegakan hukum dan perlindungan terhadap satwa liar yang terancam oleh aktivitas manusia. (Wanis)


Sumber : https://www.newscitraaceh.com/2024/03/polres-pidie-jaya-amankan-pelaku.html

Press Release : DEMONSTRASI DAN PENGRUSAKAN OLEH MASYARAKAT DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

Pada hari ini di Kantor Balai KSDA Jambi disampaikan siaran pers terkait  demonstrasi dan pengrusakan oleh warga terhadap kendaraan operasional milik BKSDA Jambi dan fasilitas milik FZS selaku mitra BKSDA Jambi sebagai berikut :  

  1. Menyikapi laporan masyarakat Muara Danau, Balai KSDA Jambi pada tanggal 20 s/d 26 Februari 2024 menugaskan tim yang terdiri dari petugas BKSDA Jambi (2 orang) bersama FZS (4 orang) untuk melakukan pemantauan dan penggiringan 3 ekor Gajah Sumatera yang dilaporkan merusak tanaman sawit masyarakat
  2. Setelah dicek dilapangan kebun-kebun masyarakat berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) penyangga TN Bukit Tigapuluh yang merupakan habitat daerah jelajah Gajah Sumatera di Bentang Alam Bukit Tigapuluh.
  3. Pada tanggal 21 Feb 2024, masyarakat Muara Danau mengadakan rapat dan mengundang tim pengiringan gajah dari BKSDA Jambi dan FZS, dimana pada pertemuan tersebut masyarakat meminta agar gajah tidak digiring tapi dipindahkan dari wilayah Desa Muara Danau.
  4. Pada tanggal 22 sd 25 Februari tim melakukan penggiringan 3 ekor gajah kearah utara Desa Muara Danau dan ketiga gajah tersebut sudah berada di kawasan Hutan Produksi (masih berhutan) setelah digiring melewati Kawasan Hutan Produksi yang telah ditanami sawit oleh masyarakat.
  5. Pada tanggal 23 Februari beredar issue bahwa terdapat 40 gajah sedang bergerak dari Desa Lubuk Mandarsah Kab. Tebo menuju ke Desa Muara Danau dan Kelurahan Lubuk Kambing, Kab. Tanjung Jabung Barat. Pada Tanggal 24 Februari tim melakukan verifikasi terkait info tersebut dimana hasilnya menunjukkan adanya pergerakan 15 ekor gajah yang berada di kawasan hutan produksi (Penyangga TN B30) di Desa Lubuk Mandarsah dan pergerakan gajah tidak mengarah ke Desa Muara Danau dan Kelurahan Lubuk Kambing tapi pergerakan gajah mengarah ke Dusun Brandan Desa Lubuk Mandarsah Kabupaten Tebo di Kawasan Hutan Produksi.
  6. Berlokasi di Mess FZS Simpang Burut, pada tanggal 25 Februari 2024 hari minggu malam sekitar pukul 21.00 WIB, tiba-tiba ada sekitar 50-100 orang berdatangan dan melakukan demo menuntut jaminan dari BKSDA Jambi agar memindahkan gajah-gajah yang berada di Desa Muara Danau, Kelurahan Lubuk Kambing dan sekitarnya. Tidak berselang lama masyarakat yang sudah terprovokasi melakukan tindakan anarkis dengan cara merusak kendaraan operasional BKSDA Jambi (1 unit mobil lapangan, 2 unit sepeda motor), merusak dan melempari mess FZS yang berada di
  7. ……………… Selengkapnya unduh dokumen

Gajah Rusak Lahan Sawit Warga, Masyarakat Emosi Rusak Kantor BKSDA dan FZS Jambi

JAMBIAN.ID – Masyarakat rusak fasilitas kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Frankfurt Zoological Society (FZS) Jambi, warga kesal karena gajah masuk dalam lahan perkebunan.

Kerusakan terjadi pada Senin sekitar pukul 02.00 WIB, oleh masyarakat Desa Tanah Tumbuh, Desa Muara Danau dan Kelurahan Lubuk Kambing.

Kapolres Tanjung Jabung Barat AKBP Agung Basuki membenarkan peristiwa tersebut bahwa adanya masyarakat merusak fasilitas kantor BKSDA Jambi dan FZS di wilayah Kabupaten Tanjabbar.

“Benar adanya insiden, saat ini sudah ditangani, kita juga terus melakukan pengamanan,”katanya pada Selasa (27 Februari 2024). Menurut dia, untuk masyarakat yang merusak fasilitas kantor BKSDA Jambi dan FZS dikarenakan emosional terhadap kantor tersebut. “Jadi saat ditanyakan sama warga karena kebun masyarakat yang telah dirusak akibat Gajah liar yang memasuki perkebunan warga,”ujarnya.

Selain itu, karyawan BKSDA dan FZS Jambi sudah dilakukan evaluasi ke kantor Polsek Merlung, Kata Agung, korban jiwa tidak ada untuk anggota BKSDA dan FZS semua dalam keadaan aman dan baik,”jelasnya. Sedangkan untuk fasilitas kantor BKSDA dan FZS Jambi yang dirusak oleh masyarakat. “Masyarakat merusak kaca kantor, perabotan dan lainnya,”tegasnya. Sementara itu, Paur Penumpang Subbid Penmas Ipda Alamsyah Amir mengatakan itu sudah ditangani oleh pihak Polsek Merlung dan untuk kondisi karyawan FZS tidak ada yang terluka.

“Semua baik karena cepat di evakuasi saat karyawan FZS dan BKSDA Jambi,”katanya, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat pada Selasa (27 Februari 2024). Sedangkan untuk memicunya masyarakat merusak fasilitas kantor BKSDA dan FZS Jambi tersebut. “Diduga berawal dari maraknya gajah liar yang masuk perkebunan warga,”jelasnya. Semua anggota BKSDA dan FZS Jambi sudah dievakuasi ke kantor polisi terdekat.”Saat ini polisi lagi melakukan mediasi warga dengan BKSDA dan FZS agar masalah ini selesai,”tutupnya.***


Sumber Artikel berjudul “Gajah Rusak Lahan Sawit Warga, Masyarakat Emosi Rusak Kantor BKSDA dan FZS Jambi”, selengkapnya dengan link: https://jambi.pikiran-rakyat.com/kriminal/pr-3467766553/gajah-rusak-lahan-sawit-warga-masyarakat-emosi-rusak-kantor-bksda-dan-fzs-jambi?page=all

Editor: Hidayat


Seekor Anak Gajah Sumatera Lahir di Taman Nasional Way Kambas

KABAR gembira kembali terdengar dari Taman Nasional Way Kambas (TNWK), setelah adanya keberhasilan kelahiran anak badak sumatera dan anak gajah pada tahun lalu, pada dini hari Senin, 26 Februari 2024, pukul 00.10 wib. telah lahir seekor bayi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dengan jenis kelamin betina di Pusat Latihan Gajah (PLG) TNWK.

“Semoga kelahiran ini akan memberi semangat baru dalam pelestarian satwa prioritas dan menambah populasi gajah sumatra di PLG-TNWK,” ungkap Plt. Kepala Balai TNWK, Hermawan dalam keterangan resmi, Selasa (27/2).

Ia menjelaskan, saat ini anak gajah betina yang baru lahir ini belum diberikan nama. Adapun, anak gajah betina ini lahir dengan berat badan 69 kg, tinggi bahu 72 cm, lingkar dada 98 cm, panjang badan 87 cm, panjang ekor 50 cm, lingkar tapak kaki depan 44 cm, lingkar tapak kaki belakang 44 cm dan kondisi anak dan induk sehat dan normal.

Kelahiran ini merupakan kelahiran keempat dari induk gajah Pleno, yang saat ini berusia 34 tahun.

“Saat ini induk gajah diberikan makanan tambahan berupa rumput dari ladang pakan, dan Vitamin via injeksi untuk memulihkan kondisi pasca melahirkan dan menambah kualitas air susunya,” beber dia.

Sesaat setelah melahirkan Tim Medis Rumah Sakit Gajah PLG – TNWK melakukan penanganan intensif terhadap anak dan induk gajah untuk memastikan keadaannya sehat. Pada induk gajah Pleno dilakukan pembersihan pada saluran reproduksi dengan menyemprotkan antiseptik dan pada anak gajah disemprotkan pada pusarnya, dalam pantaunya, beberapa jam kemudian anak gajah langsung bisa menyusu ke induknya dan nampak sehat.

“Dengan lahirnya anak gajah ini maka menambah populasi gajah yang ada di PLG,” pungkas Hermawan.


Sumber : https://mediaindonesia.com/humaniora/654807/seekor-anak-gajah-sumatera-lahir-di-taman-nasional-way-kambas
Putri Rosmalia


 

BKSDA: Gajah sumatra ditemukan mati tersengat listrik di Pidie Jaya

Banda Aceh (ANTARA) – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyebutkan satu gajah sumatra (elephas maximus sumatramus) ditemukan mati tersengat listrik di Kabupaten Pidie Jaya.

Kepala BKSDA Aceh Gunawan Alza di Banda Aceh, Sabtu, mengatakan gajah mati tersebut ditemukan masuk wilayah Panton Limeng, Desa Aki Neungoh, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya.

“Gajah mati tersebut berkelamin jantan. Bangkai satwa dilindungi tersebut ditemukan Selasa (20/2). Lokasi kematian gajah berada di areal penggunaan lain atau APL. Hasil pemeriksaan, gajah tersebut mati karena tersengat listrik,” kata Gunawan Alza.

Setelah memastikan informasi tersebut, kemudian tim BKSDA berkoordinasi dengan kepolisian sektor setempat. BKSDA juga memberangkatkan tim dokter hewan bersama mitra untuk memastikan penyebab kematian gajah liar tersebut.

Gunawan mengatakan bahwa dari hasil pemeriksaan di sekitar lokasi kematian gajah terdapat pagar listrik. Pagar tersebut mengelilingi kebun masyarakat yang diduga menjadi penyebab kematian gajah tersebut.

Sedangkan hasil pemeriksaan tim dokter hewan, kata Gunawan, kondisi bangkai gajah sudah mengalami pembusukan organ. Usia gajah diperkirakan 13 tahun.

“Terdapat kawat setrum yang terlilit pada kaki kanan depan dan sebagian terlilit di tubuh gajah. Terdapat gading dengan panjang 77 hingga 78 meter dengan diameter 17 hingga 27 sentimeter,” katanya.

Gunawan mengatakan hasil nekropsi atau bedah tubuh secara kasat mata bahwa kematian gajah karena tersengat listrik. Sedangkan organ tubuh seperti limpa, paru, ginjal, dan lainnya sudah mengalami pembusukan, sehingga tidak bisa diperiksa di laboratorium.

“Pada organ pencernaan dan lambung gajah, tidak ditemukan benda-benda asing berupa racun. Tim BKSDA terus berkoordinasi dengan kepolisian terkait tindak lanjut kematian gajah tersebut,” kata Gunawan Alza.

Merujuk pada daftar dari The IUCN Red List of Threatened Species, gajah sumatra hanya ditemukan di Pulau Sumatra ini berstatus spesies yang terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar.

BKSDA Aceh mengimbau masyarakat agar bersama-sama menjaga kelestarian alam khususnya satwa liar gajah sumatra dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa, serta tidak menangkap, melukai, dan membunuhnya.

Selain itu, juga tidak menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati serta tidak memasang jerat ataupun racun yang dapat menyebabkan kematian.

“Semua perbuatan terhadap satwa liar dilindungi tersebut yang dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Gunawan Alza.


Sumber: https://www.antaranews.com/berita/3981120/bksda-gajah-sumatra-ditemukan-mati-tersengat-listrik-di-pidie-jaya
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024


 

Ribuan Warganet Dukung Petisi Pengusutan Kematian Gajah Rahman

TEMPO.COJakarta – Sejumlah warganet menggalang petisi untuk mendesak pengusutan tuntas kasus Rahman, gajah patroli binaan Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau, yang diduga mati diracun pada 10 Januari lalu. Diterbitkan di change.org oleh akun @For GajahRahman, petisi itu ditujukan kepada Kepolisian Daerah Riau yang sedang menyelidiki kejadian tersebut, juga untuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Hingga artikel ini ditulis, sudah ada 3.735 tanda tangan digital yang terkumpul untuk petisi itu tersebut, dari target 5.000 dukungan.

Rahman merupakan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang ditemukan di Pulau Gadang pada 1995. Hewan ini dilatih untuk memitigasi konflik satwa TNTN, Kabupaten Pelalawan, seluas 83 ribu hektare. Tim taman nasional itu secara rutin berpatroli menggunakan gajah, berjalan kaki atau kendaraan bermotor untuk mengantisipasi masuknya gajah liar ke perkebunan sawit atau karet masyarakat.

Sebelum akhirnya tidak bisa diselamatkan, Rahman ditemukan terbaring lemas. Belakangan petugas pun menemukan serpihan serbuk berwarna hitam di organ pencernaan Rahman. Dugaannya, gajah itu diracun untuk diambil gadingnya.

Inisiator For Gajah Rahman, Fitriani Dwi Kurniasari, menyatakan Gajah Sumatera termasuk satwa kunci yang statusnya sudah menuju kepunahan, padahal berperan penting dalam keseimbangan ekosistem manusia. “Mari kita tunjukkan peran kita untuk menjaga mereka, meski sekecil apapun sangat berarti,” katanya melalui keterangan tertulis, Rabu, 31 Januari 2024.

Menurut dia, kasus gajah patroli yang mati diracun ini bukan kali pertama. Di Riau, hal serupa pernah terjadi di Pusat Latihan Gajah Minas pada Mei 2009. Saat itu ada dua ekor gajah yang mati, dan pelakunya tidak sempat membawa kabur dua pasang gading.

Kejadian serupa pernah terjadi juga di Aceh dan Lampung,” ujar Fitriani. “Ini bahkan belum termasuk kasus-kasus gajah liar lainnya yang pelakunya tidak terungkap.”

Pentingnya Fatwa Pelestarian Satwa

Keprihatinan yang sama pun datang dari Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH-SDA MUI) Riau. Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI Riau, Abdurrahman Qoharuddin, mengaku punya kedekatan tersendiri dengan Rahman. Dia pun terlibat dalam penyusunan Fatwa nomor 4 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem yang dikeluarkan MUI pada 2014.

“Namanya sama pula dengan nama saya yang bermakna baik dan (Gajah Rahman) memang baik sudah banyak membantu manusia,” katanya.

Tiga pekan pasca kematian Rahman, penyeldikan polisi masih berlanjut. Kapolres Pelalawan, Ajun Komisaris Besar Polisi, Suwinto, mengatakan unitnya dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau sudah menjalankan serangkaian pemeriksaan. “Kami dari Polres Pelalawan hanya mendampingi saja,” kata Suwinto saat dihubungi Tempo, Senin 29 Januari 2024.

IRSYAN HASYIM


Sumber : https://tekno.tempo.co/read/1828140/ribuan-warganet-dukung-petisi-pengusutan-kematian-gajah-rahman

Sadis! Gajah Latih Rahman di TNTN Mati Diracun, Gading Hilang

Pekanbaru -Dunia konservasi kembali berduka. Seekor gajah latih di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) bernama Rahman mati dibunuh serta gadingnya hilang.

Matinya gajah berusia 46 tahun itu pertama diketahui pawang atau mahout bernama Jumadi pada Rabu (10/1) pukul 08.30 WIB. Saat itu Jumadi selaku penanggung jawab gajah Rahman seperti rutinitas biasanya bermaksud mau memindahkan ikatan gajah Rahman.

“Saat saudara Jumadi memanggil-manggil gajah Rahman dengan membawakan buah tak ada respon. Tak seperti biasanya,” kata Kepala TNTN, Heru Sutmantoro saat dikonfirmasi, Kamis (11/1/2024).

Setelah didekati, ditemukan gajah Rahman sudah dalam kondisi tergeletak lemas. Bahkan gading sebelah kiri sudah terpotong dan hilang.

Jumadi lalu melaporkan kejadian tersebut kepada koordinator mahout, Ruswanto. Selanjutnya laporan diteruskan ke SPTN Wilayah I Lubuk Kembang Bunga.

“Di sekitar TKP tidak ditemukan barang -barang yang diduga digunakan pemburu untuk melumpuhkan gajah Rahman. Melihat kondisi gajah Rahman, diduga kuat gajah tersebut diracun terlebih dahulu sebelum dipotong gadingnya,” kata Heru.

Selanjutnya petugas dan dokter hewan ke lokasi untuk penanganan. Petugas turut memberikan obat pencahat melalui mulut pakai selang.

“Sekitar pukul 15.55 WIB gajah Rahman meninggal. Lalu sekitar pukul 22.30 WIB, tim dokter hewan dari BBKSDA Riau tiba di lokasi gajah mati dan langsung melakukan tindakan nekropsi,” katanya.

“Diagnosa penyebab kematian gajah diduga karena keracunan. Kegiatan nekropsi selasai pukul 02.00 WIB dini hari tadi dan gajah akhirnya dikubur,” kata Heru lagi.


Sumber : https://www.detik.com/sumut/berita/d-7135894/sadis-gajah-latih-rahman-di-tntn-mati-diracun-gading-hilang