Warga Kabupaten Aceh Tenggara Tewas Diserang Gajah Liar

Deforestasi dan alih fungsi lahan membuat koridor gajah terganggu sehingga memicu konflik satwa dengan manusia.

Oleh ZULKARNAINI
23 Mei 2024 15:58 WIB

BANDA ACEH, KOMPAS — Saleh (32), seorang warga Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh, tewas setelah diserang kawanan gajah liar saat sedang berkebun, Rabu (22/5/2024) di Desa Sada Ate, Kecamatan Leuser. Interaksi negatif mengancam keselamatan manusia dan keberlangsungan hidup satwa lindung.

Camat Leuser, Kabupaten Aceh Tenggara, Juanda, menuturkan, saat Saleh bersama beberapa petani lain sedang mengumpulkan buah kemiri, tiba-tiba kawanan gajah liar muncul di hadapan mereka. Beberapa saat petani dan gajah saling bertatapan.

Dalam keadaan ketakutan, petani lari menyelamatkan diri, tetapi naas bagi Saleh, belalai gajah meraih tubuhnya, lalu dihempas ke tanah. Saleh berusaha bangkit, tetapi mamalia besar itu lebih kuat. Tubuh Saleh bertubi-tubi dilempar ke tanah. ”Wajah dan punggung korban lebam-lebam. Korban meninggal di lokasi kejadian,” kata Juanda, Kamis (23/5/2024).

Warga menggotong jenazah Saleh (32), korban meninggal setelah diserang gajah liar di Desa Sada Ate, Kecamatan Leuser, Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh, Rabu (22/5/2024). Foto : Juanda/kompas.id

Saleh tidak sempat dibawa ke rumah sakit. Jasadnya baru bisa dievakuasi beberapa jam kemudian setelah kawanan gajah liar menjauh. Jasad Saleh dikebumikan pada Kamis (23/5/2024).

Juanda mengatakan, lokasi kebun milik Saleh berada di pegunungan yang berbatasan dengan kawasan hutan. Selama ini, di kawasan itu memang sering dilintasi oleh gajah, tetapi baru kali ini interaksi dengan gajah memakan korban.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Ujang Wisnu Barata membenarkan ada warga yang tewas karena diserang gajah liar. Namun, belum diketahui lokasi kejadian masuk dalam kawasan hutan atau bukan. ”Kami belum dapat informasi detail terkait lokasi kejadian, ini tim kami sedang menuju ke lokasi kejadian,” kata Ujang.

Ujang mengatakan, kerusakan habitat satwa karena aktivitas manusia di dalam kawasan hutan membuat interaksi negatif semakin masif. Ujang mengajak semua pihak untuk menjaga kawasan hutan agar manusia dan satwa dapat hidup berdampingan.

Kematian Saleh menambah panjang daftar kematian manusia oleh gajah liar. Catatan Kompas sejak 2011 hingga 2024, sedikitnya 10 warga tewas karena diserang gajah liar.

Kepala Divisi Kampanye dan Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Afifuddin Acal mengatakan, sengkarut tata ruang membuat konflik satwa lindung dengan manusia tidak kunjung usai. Kawasan yang semestinya menjadi koridor gajah sebagian telah disulap menjadi area perkebunan.
Afifuddin mengatakan, dalam rentang waktu 2019-2023, ada 113 kasus konflik antara satwa liar dan manusia. Satwa yang dimaksud ada gajah, harimau, orangutan, dan badak. Dampak dari konflik itu, sebanyak 3 warga tewas dan 12 orang mengalami luka-luka. Di sisi lain, 22 gajah mati.


Baca selengkapnya dari sumber : https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/05/23/koridor-gajah-terganggu-warga-kabupaten-aceh-tenggara-tewas-diserang-gajah-liar

Pembunuh Gajah Ditangkap di Aceh Utara, Gading Disita di Aceh Barat

LHOKSEUMAWE, KOMPAS.com – Aparat dari Polres Aceh Utara, Provinsi Aceh, menangkap JU pembunuh gajah, di sebuah rumah di Desa Keude Bungkah, Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara. Kasatreskrim Polres Lhokseumawe, Iptu Ibrahim menyebutkan, gajah ditemukan mati di Desa Alue Dua, Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara, Sabtu, 23 Maret 2024, sekitar pukul 20.00 WIB. “Setelah serangkaian penyelidikan, kami mengidentifikasi tersangka pembunuhan dan pengambilan gading gajah itu yakni JU,” kata Ibrahim  dalam perbincangan per telepon, Minggu (26/5/2024).

LHOKSEUMAWE, KOMPAS.com – Aparat dari Polres Aceh Utara, Provinsi Aceh, menangkap JU pembunuh gajah, di sebuah rumah di Desa Keude Bungkah, Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara. Kasatreskrim Polres Lhokseumawe, Iptu Ibrahim menyebutkan, gajah ditemukan mati di Desa Alue Dua, Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara, Sabtu, 23 Maret 2024, sekitar pukul 20.00 WIB. “Setelah serangkaian penyelidikan, kami mengidentifikasi tersangka pembunuhan dan pengambilan gading gajah itu yakni JU,” kata Ibrahim  dalam perbincangan per telepon, Minggu (26/5/2024).

“Kami berangkat ke Aceh Barat, barang bukti ditanam oleh tersangka di salah satu area perkebunan setempat.” “Barang bukti diamankan dua gading gajah serta satu unit sepeda motor Honda Supra X 125 berwarna hitam,” kata dia lagi. JU dijerat dengan Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. “Pelaku kini ditahan untuk proses hukum berikutnya,” tegas dia.


Sumber :  https://regional.kompas.com/read/2024/05/26/144547078/pembunuh-gajah-ditangkap-di-aceh-utara-gading-disita-di-aceh-barat.

 

Pagar Listrik Ancam Gajah Sumatera

JAMBI, KOMPAS — Puluhan kilometer pagar listrik dibangun mengelilingi kebun-kebun garapan liar dalam konsesi hutan tanaman industri karet di Kabupaten Tebo, Jambi, lebih dari setahun terakhir. Pemasangan yang masif itu disesalkan, apalagi pekan lalu keberadaannya telah menyebabkan gajah sumatera mati.

Seekor gajah betina dewasa bernama Umi ditemukan tewas, Kamis (1/5/2024), diduga tersengat pagar listrik tak sesuai standar. Lokasi terletak dalam konsesi hutan tanaman industri karet di Bentang Alam Bukit Tigapuluh, Tebo, Jambi. Foto-foto : Foto : Kompas.id/Dok BKSDA Jambi

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi Donal Hutasoit menyebut, banyaknya pagar listrik dalam kawasan hutan di wilayah itu telah mengancam kesejahteraan dan keselamatan satwa liar, termasuk gajah sumatera. Bahkan, sejumlah pagar diduga dibangun tidak sesuai standar sehingga berisiko menimbulkan kematian bagi satwa yang melintas.

Peta lokasi kematian Gajah Umi.

Pengecekan petugas di lokasi kematian gajah betina dewasa bernama Umi, Jumat (3/5/2024), yang diduga tersengat pagar listrik tak sesuai standar. Lokasi terletak dalam konsesi hutan tanaman industri karet di Bentang Alam Bukit Tigapuluh, Tebo, Jambi, Foto : Kompas.id/Dok BKSDA Jambi

Tim dokter hewan BKSDA Jambi melakukan bedah bangkai (nekropsi). Sampel organ akan dikirim ke Laboratorium Veteriner Bukit Tinggi untuk mencari penyebab kematian gajah Umi. Foto-foto : Dok FKGI

”Dari hasil pengecekan, ada puluhan kilometer pagar listrik yang dibangun mengelilingi kebun-kebun sawit garapan warga. Lebih dari 20 kilometer,” ujar Donal kepada Kompas, Senin (6/5/2024).

Ia menyebut kawasan hutan itu merupakan Bentang Alam Bukit Tigapuluh yang dikelola untuk usaha monokultur karet. Kawasan itu juga merupakan habitat bagi satwa dilindungi, yakni gajah sumatera. Saat ini, gajah sumatera berstatus kritis (critically endangered), yang berisiko tinggi mengalami kepunahan di alam liar. Populasi gajah sumatera di bentang alam itu diperkirakan mencapai 35 ekor.

Menurut Donal, pemasangan pagar listrik semestinya tidak boleh di dalam kawasan hutan. ”Kalau di luar kawasan hutan masih boleh, tetapi harus dengan standar keamanan yang telah diatur,” ujarnya.

Standar aman yang dimaksud, misalnya, dipasang dengan arus listrik satu arah (DC), bukan bolak-balik. Arus satu arah akan mengalirkan listrik putus-putus dan sangat singkat setiap 1,5 detik sehingga memungkinkan satwa tetap aman.

Menurut dia, masifnya pemasangan pagar listrik di kebun-kebun garapan warga dalam hutan itu perlu ditertibkan demi keselamatan manusia dan satwa. Ia peminta agar perusahaan pemegang konsesi lahan bergerak cepat mengantisipasi persoalan tersebut.

Sebab, kata dia, pemasangan pagar listrik diduga membuat gajah betina dewasa bernama Umi tersengat pagar listrik hingga mati.

Sengaja dipasang

Umi diduga kuat mati setelah menerjang kawat pagar listrik yang sengaja dipasang pemilik kebun agar tanaman sawitnya tidak dimakan gajah.

Donal menceritakan, Umi sebelumnya telah dipasangi kalung sistem pemosisi global (GPS) pada Januari 2024. Pemasangan kalung GPS bertujuan untuk memonitor pergerakan rombongan gajah.

Akan tetapi, tim mendapati pergerakan GPS yang tidak wajar pada Rabu (1/5). Awalnya, gajah Umi terdeteksi tidak bergerak. Esoknya, terjadi pergerakan tak wajar pada kalung GPS tersebut.

Gajah Umi saat masih hidup. Terlihat GPS Collar dipasang di leher Gajah Umi (kiri) dan Umi sedang mengasuh bayi gajah (kanan). Foto : Dok FKGI

”Biasanya Umi menjelajah tidak terlalu jauh dalam sehari. Tetapi, kami dapati pergerakan Umi melebihi 1 kilometer pada hari itu ke arah permukiman,” ujarnya.

Keesokan harinya, tim bergerak mengecek lapangan. Di lapangan didapati gajah Umi sudah dalam kondisi mati. Tubuhnya rebah menimpa pagar listrik yang berada di pinggir kebun sawit. Darah keluar dari pori-pori kulit dan pada bagian belalai gajah tersebut.

Dokter hewan Yuli Akmal dari Tempat Penyelamatan Satwa (TPS) Jambi menyebut, ada dugaan gajah Umi tersengat listrik. Untuk memastikan lebih lanjut, pihaknya telah mengadakan nekropsi dan uji laboratorium. Sejumlah sampel diambil berupa hati, limpa, jantung, paru, dan isi usus.

Dari hasil nekropsi didapati isi jantung gajah tersebut buyar yang juga menjadi indikasi tersengat listrik. Lebih lanjut, jantung dan seluruh sampel lainnya dikirim ke Balai Veteriner Bukittinggi.

Kepala Seksi Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah III Faried mengatakan, dari pergerakan kalung GPS yang tidak wajar ternyata didapati kalung diambil oleh warga setempat. Kalung itu dibawa ke permukiman. Warga selanjutnya menghubungi pihak BKSDA untuk melaporkan adanya kematian gajah di kebun.

Sejauh ini, kasus tersebut dalam penyelidikan tim gabungan penegakan hukum. ”Barang bukti telah diserahkan untuk penyelidikan lebih lanjut,” katanya.

Kasus kematian gajah akibat sengatan listrik terus berulang. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, misalnya, mencatat, selama periode kurun tahun 2019-2023, sebanyak 22 gajah sumatera di Aceh mati. Penyebab kematian beragam, mulai dari diburu, terkena kabel listrik, hingga sakit.


Sumber Kompas : https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/05/06/puluhan-kilometer-pagar-listrik-ancam-gajah-sumatera-di-jambi-satu-tewas

Penjara Gajah di Tepi Kebun Karet Ban Michelin Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ” Penjara Gajah di Tepi Kebun Karet Ban Michelin”, Klik

JAMBI,KOMPAS.com – Mesin-mesin tenaga kuda melaju kencang di Sirkuit Mandalika. Sepanjang balapan Moto GP itu banyak pembalap berjatuhan. Namun Bagnaia beruntung. Cengkraman bannya begitu kuat, bahkan ketika melibas tikungan.

Pembalap Ducati, Francesco Bagnaia, menjadi pemenang balapan di Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika pada Minggu (15/10/2023) itu. Dia menggunakan ban produk Michelin, hingga 2026 mendatang. Namun di balik produk ban berkualitas, ada gajah yang menderita.

Sekitar 1.784.5 kilometer di barat Mandalika, di Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Jambi, pinggir Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), ada salah satu sumber bahan baku pembuatan ban Michelin.

Di sana membentang perkebunan karet yang luas milik PT Lestari Asri Jaya (LAJ), anak usaha PT Royal Lestari Utama (RLU), yang memasok karet untuk Michelin.

Pada saat yang sama, Kompas.com menemukan, di sekitarnya ada hutan yang dihancurkan. Ada habitat gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis) dikapling-kapling dengan pagar listrik. Oleh karena pagar setrum itu diaktifkan dari senja hingga fajar, setiap malam gajah-gajah merana tersengat listrik. Orang-orang dengan meriam juga mengusir gajah dari habitatnya.

PT RLU berdiri atas inisiatif join ventura antara Michelin Group dengan Barito Pasific. Dengan modal patungan tersebut, mereka mengklaim terdepan dalam mengembangkan karet alam berkelanjutan. Michelin akhirnya mengakusisi RLU sebagai pemegang saham tunggal pada Juli 2022.

Pada tahun 2018, Michelin dan PT Royal Lestari Utama (RLU) menerima obligasi keberlanjutan korporasi pertama di Asia, yakni sebesar 95 juta USD dari Tropical Landscapes Finance Facility (TLFF).

Dengan dana itu, mereka mengembangkan wildlife conservation area (WCA) seluas 9.700 hektare, untuk melindungi gajah Sumatera.

Michelin Group menggelontorkan dana sebesar 5 juta euro kepada LAJ, untuk membuat kawasan ini layak huni bagi gajah.

Masalahnya, sebagian besar kawasan WCA kemudian dirambah lalu ditanami sawit dan karet. Tersisa hutan sedikit dan semak belukar. Konflik gajah-manusia hanya menunggu waktu.

Belum setahun, gajah betina ditemukan terbaring kaku tak jauh dari pondok milik perambah di kawasan WCA. Bagian dinding pondok jebol, miring, dan nyaris ambruk. Tanaman sekitar pondok rusak. Dekat gajah betina yang mati terdapat botol racun rumput.

Kematian gajah baru ditemukan oleh tim mitigasi konflik gajah Frankfurt Zoological Society (FSZ) lima hari kemudian, Rabu siang (8/5/2019). Kondisinya sudah membusuk dan mengeluarkan aroma menyengat. Di sekeliling pondok itu, berserakan pula kotoran gajah di antara tanaman jagung dan cabai yang ditanami perambah.

Tim juga mendapati sisa cairan racun rumput dengan wadahnya yang terserak dekat tanaman. Dokter hewan telah melakukan nekropsi. Penyebab kematian gajah karena minum cairan racun rumput.


Baca selengkapnya di sumber : https://regional.kompas.com/read/2024/02/21/111424978/penjara-gajah-di-tepi-kebun-karet-ban-michelin

Botswana Ancam Kirim 20 Ribu Gajah ke Jerman

Presiden Botswana Mokgweetsi Masisi pada Selasa (2/4) mengancam akan mengirim 20 ribu ekor gajah ke Jerman. Peringatan itu dipicu perselisihan akibat perburuan.

“Jerman harus hidup dengan hewan-hewan itu seperti mereka memberi tahu kami,” kata Mesisi seperti dikutip dari AFP.

“Saya tidak bercanda,” sambung dia.

Mokgweetsi Masisi Foto: PETER KLAUNZER / POOL / AFP

Saat ini Botswana mengalami lonjakan populasi gajah. Bahkan jumlah populasi mamalia itu meningkat sampai 130 ribu ekor.
Botswana sudah menawarkan 8000 ribu ekor gajah ke Angola dan 500 ekor ke Mozambik. Masisi menegaskan, negaranya berhadapan dengan masalah kelebihan populasi gajah.

“Saya ingin memberi Jerman hadiah seperti itu, dan saya tidak mau menerima jawaban tidak,” jelas dia.

Mesisi mendapat sorotan usai menyebut konservasi membuat populasi gajah meledak. Oleh sebab itu, perburuan dianggap sebagai cara menjaga keseimbangan populasi.

Ia pun menyebut, terlalu banyak gajah dapat membuat kerusakan properti hingga tanaman dan ancaman bagi nyawa manusia.

Apa yang dilakukan Masisi mengundang Kementerian Lingkungan Hidup Jerman berkomentar. Mereka mengajukan pembatasan impor hewan buruan atas alasan kekhawatiran meningkatnya perburuan liar.

Menurut Masisi pelarangan itu hanya akan memiskinkan negaranya.

Botswana pernah melarang perburuan pada 2014. Akan tetapi kebijakan itu dicabut pada 2019 lantaran tekanan dari komunitas lokal.

Saat ini Botswana hanya membatasi jumlah perburuan.

BKSDA turunkan tim nekropsi bangkai gajah sumatra di Aceh Utara

Banda Aceh (ANTARA) – Tim dokter hewan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh melakukan bedah bangkai atau nekropsi gajah sumatra (elephas maximus sumatrensis) yang ditemukan di kawasan pedalaman Kabupaten Aceh Utara.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Aceh Kamarudzaman di Banda Aceh, Senin, mengatakan nekropsi dilakukan untuk memastikan penyebab kematian satwa dilindungi tersebut.

“Tim sedang melakukan bedah bangkai atau nekropsi di lapangan. Jadi, kami belum menerima hasilnya dan kami belum bisa memastikan penyebab kematiannya. Nanti setelah ada hasilnya, akan kami sampaikan,” kata Kamarudzaman.

Sebelum, warga menemukan bangkai gajah di area perkebunan di Dusun Jabal Antara, Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara, pada Minggu (24/3/2024). Saat ditemukan, gading satwa liar tersebut tidak ada lagi.

Kamarudzaman mengatakan pihaknya tidak bisa menduga penyebab kematian gajah tersebut, apakah mati karena racun atau diburu dan dibunuh untuk diambil gadingnya. Dugaan penyebab kematian baru bisa diketahui setelah ada laporan dari tim nekropsi.

“Gading gajah tersebut hilang. Gading itu hilang apakah diambil setelah gajah tersebut ditemukan mati atau apa pihak tidak bertanggung jawab memburu dan membunuh, kemudian mengambil gajah tersebut. Kami belum mengetahuinya secara pasti,” kata Kamarudzaman.

Gajah sumatra merupakan satwa liar dilindungi. Merujuk pada daftar dari The IUCN Red List of Threatened Species, gajah sumatra hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus spesies yang terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar.

BKSDA Aceh menyatakan keprihatinan karena masih ada kematian gajah di beberapa wilayah di provinsi itu. Oleh karenanya, BKSDA mengimbau masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam khususnya satwa liar gajah sumatra dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa, serta tidak menangkap, melukai, membunuh.

Selain itu juga tidak menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati serta tidak memasang jerat ataupun racun yang dapat menyebabkan kematian.

“Semua perbuatan negatif terhadap satwa liar dilindungi tersebut yang dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Kamarudzaman.


Sumber : https://www.antaranews.com/berita/4027653/bksda-turunkan-tim-nekropsi-bangkai-gajah-sumatra-di-aceh-utara

Gajah Sumatera Ditemukan Mati di Aceh Utara, Gading Hilang

KBRN,Banda Aceh : Seekor gajah sumatera ditemukan mati di area perkebunan di wilayah Kabupaten Aceh Utara, Aceh, Minggu (24/3/2024). Diduga gajah tersebut sengaja dibunuh karena gading gajah dalam kondisi hilang. 

Lokasi penemuan bangkai gajah berada di Dusun Jabal Antara, Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara. Gajah tersebut diperkirakan berusia 3 hingga 4 tahun. 

Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Kamarudzaman mengatakan, pihaknya telah menurunkan tim ke lokasi untuk melakukan penyelidikan. 

“Anggota kita baru pulang dari lokasi penemuan bangkai gajah dan benar ada ditemukan gajah mati dan gading hilang,” kata Kamarudzaman dalam keterangannya kepada awak media.  

BKSDA Aceh telah menurunkan tim dokter untuk menyelidiki penyebab pasti kematian satwa dilindungi tersebut. 

“Malam ini tim dokter hewan kita melakukan nekropsi,” ujarnya. 

Beredar informasi bahwa gajah sumatera tersebut mati karena ditembak. Namun, kabar tersebut belum bisa dipastikan secara benar. 

“Kita belum bisa memastikan, masih menunggu teman-eman dokter untuk melakukan nekropsi,” katanya.


sumber: https://www.rri.co.id/daerah/605740/gajah-sumatera-ditemukan-mati-di-aceh-utara-gading-hilang

Diduga Tersetrum, Gajah Sumatera di Aceh Mati di Kebun Warga

TAKENGON, KOMPAS — Dunia konservasi kembali berduka. Seekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) ditemukan mati di perkebunan warga di Desa Karang Ampar, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah, Aceh. Penyebab kematian masih didalami, tetapi ada dugaan gajah itu mati terkena pagar listrik.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Ujang Wisnu Barata, Senin (11/3/2024), mengatakan, tim medis telah melakukan nekropsi terhadap bangkai gajah itu. Agar penyebab kematian terungkap, organ dalam satwa itu harus diperiksa di laboratorium.

Selain melalui proses medis, pengungkapan penyebab kematian juga dilakukan melalui proses hukum. Proses nekropsi melibatkan kepolisian. Ujang berharap keterangan yang dikumpulkan kepolisian dari warga setempat memberikan titik terang penyebab kematian.

Saat ditemukan pertama kali oleh warga, bangkai gajah tersebut ditutupi dengan ranting pohon. Ada luka pada bagian tubuhnya yang diduga bekas sengatan listrik tegangan tinggi.

”Kami mendorong kepolisian (memproses hukum), seperti kasus di Pidie Jaya,” kata Ujang.

Ujang mengatakan, ada dugaan gajah tersebut mati karena terkena kabel listrik yang dipasangi petani di areal perkebunan. Menurut Ujang, perlu sosialisasi lebih masif agar petani tidak menggunakan kabel listrik sebagai pagar perkebunan.

Ujang menuturkan, penanganan konflik satwa di Aceh harus dilakukan bersama dan melibatkan banyak pihak. Pasalnya, saat ini sebagian besar populasi gajah di berada di luar kawasan konservasi.

Sebelumnya, pada Selasa (20/2/2024), seekor gajah ditemukan mati di Desa Aki Neungoh, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya. Gajah jantan itu mati karena terkena kabel listrik tegangan tinggi yang dipasangi warga di areal perkebunan. Sementara kasus kematian gajah di Kabupaten Nagan Raya pada Jumat (1/3/2024) hingga kini belum diketahui.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Aceh mencatat, dalam periode 2019-2023, sebanyak 22 gajah sumatera di Aceh mati. Penyebab kematian beragam mulai dari diburu, terkena kabel listrik, dan sakit.

Ketua Tim Pengaman Flora dan Fauna di Kampung Karang Ampar, Muslim, mengatakan, konflik gajah dengan manusia di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah semakin masif. Kawanan gajah semakin sering masuk ke areal perkebunan warga. Tidak terhitung kerugian ekonomi yang dialami petani.

“Perlu sosialisasi lebih masif agar petani tidak menggunakan kabel listrik sebagai pagar perkebunan.”

Muslim mengatakan, karena konflik tidak kunjung terselesaikan, sebagian petani mengambil inisiatif melindungi kebun dengan memasangi pagar listrik.

”Petani tidak punya modal untuk pengadaan power fencing (kabel listrik tegangan searah), makanya dipasangi kabel biasa,” kata Muslim.

Bangkai gajah sumatera di Desa Aki Neungoh, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh, Selasa (20/2/2024).

Muslim mendesak BKSDA Aceh, Pemprov Aceh, Pemkab Bener Meriah, dan Pemkab Aceh Tengah untuk lebih serius menangani konflik satwa di daerahnya. Penanganan konflik gajah di sana belum komprehensif. Selama ini, saat kawanan gajah masuk ke kawasan budidaya warga dan petugas menghalau menggunakan petasan. Namun, keesokan harinya gajah tersebut kembali memasuki areal perkebunan


Baca selengkapnya di sumber : https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/03/11/diduga-tersetrum-gajah-sumatra-di-aceh-mati-di-kebun-warga

SIARAN PERS Kematian Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus ) di Desa Paya Udeung, Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya

Banda Aceh, 03 Maret 2024
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh. Pada hari Jumat tanggal 01 Maret 2024, BKSDA Aceh mendapatkan informasi dari masyarakat perihal ditemukannya seekor gajah sumatera mati di Areal Penggunaan Lain (APL) Desa Paya Udeung, Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya.

Menindaklanjuti informasi tersebut pada tanggal 02 Maret 2024, tim yang terdiri dari Resort Meulaboh BKSDA Aceh, dokter hewan BKSDA Aceh, dokter hewan PKSL FKH-USK, camat Seunagan, Kapolsek Seunagan, Koramil Seunagan, Mukim Seunagan, Geuchik dan masyarakat setempat menuju lokasi bangkai gajah ditemukan.

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim dokter hewan BKSDA Aceh dan PKSL FKH USK diperoleh hasil sebagai berikut:

  1. Gajah sumatera berjenis kelamin jantan (gading masih utuh) dengan estimasi umur 35 tahun.
  2. Gajah diprediksi sudah mati 1 minggu yang lalu, dengan kondisi bangkai sudah mengalami pembusukan tingkat lanjut (organ sudah mengalami autolisis) sehingga tim medis tidak melakukan pengambilan organ untuk pemeriksaan lebih lanjut.
  3. Tim mengamankan satu pasang gading gajah (kiri dan kanan) kemudian dilakukan proses pengukuran di Polsek Seunagan disaksikan oleh Muspika dan perwakilan masyarakat setempat.
  4. Terdapat 1 pasang gading gajah dengan ukuran:
    − sebelah kanan: panjang 114 cm, diameter pangkal 37 cm, diameter ujung 25 cm
    − sebelah kiri: panjang 105 cm, diameter pangkal 36 cm, diameter ujung 25 cm

Hasil pemeriksaan sampel organ dalam secara makroskopis berupa limpa, paru, ginjal, hati, jantung, usus sudah mengalami outolisis sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium. Selanjutnya BKSDA Aceh akan terus berkoordinasi dengan Polsek Seunagan terkait dengan kematian gajah.
Gajah Sumatera (elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu jenis satwa liar dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi. Berdasarkan The IUCN Red List of Threatened Species, satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus Critically Endangered atau spesies yang terancam kritis, beresiko tinggi untuk punah di alam liar.

BKSDA Aceh menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam khususnya satwa liar gajah Sumatera dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa, serta tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati serta tidak memasang jerat ataupun racun yang dapat menyebabkan kematian satwa liar dilindungi yang dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu, beberapa aktivitas tersebut juga dapat menyebabkan konflik satwa liar khususnya Gajah Sumatera dengan manusia, yang dapat berakibat kerugian secara ekonomi hingga korban jiwa baik bagi manusia ataupun keberlangsungan hidup satwa liar tersebut.


Unduh Siaran Pers

Kedua Gading Utuh, Kematian Gajah Sumatera di Nagan Raya Masih Misteri

SUKA MAKMUE, KOMPAS — Penyebab kematian gajah sumatera di Desa Paya Udeung, Kecamatan Seunagan, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh masih ditelusuri. Namun, sepasang gading tersebut masih utuh dan kini diamankan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Ujang Wisnu Barat, Selasa (5/3/2024), mengatakan, bangkai satwa lindung itu telah mengalami pembusukan tingkat lanjut sehingga tim medis tidak dapat memeriksa organ.

Padahal, pemeriksaan organ alias nekropsi merupakan metode yang biasa dipakai untuk mengidentifikasi kematian satwa lindung. Bentuk atau kondisi organ seperti hati, paru-paru, limpa, dan jantung pascakematian menjadi petunjuk untuk mengetahui sebab kematian.

”Gajah diprediksi sudah mati satu minggu yang lalu, dengan kondisi bangkai sudah mengalami pembusukan,” kata Ujang.

Baca juga: Gajah Sumatera Mati Tersengat Listrik di Pidie Jaya

Ujang menambahkan bangkai gajah tersebut ditemukan oleh warga pada Jumat (1/3/2024) di luar kawasan konservasi. Saat ini, sebagian besar gajah sumatera berada di luar kawasan konservasi sehingga sangat rawan terjadinya interaksi negatif dengan manusia dan kian mudah menjadi sasaran perburuan.

Infografik Konflik Gajah Sumatera di Aceh

Dalam kasus itu, Ujang menuturkan, sepasang gadingnya masih utuh. Ia pun menduga gajah tersebut mati bukan terkait kepentingan perburuan. Gading merupakan bagian tubuh gajah yang paling banyak diperdagangkan. Dalam banyak kasus perburuan gajah, gading selalu raib diambil oleh pemburu, sedangkan bangkainya dibiarkan membusuk.

Baca juga: Aceh Susun Rencana Aksi Pengelolaan Satwa Liar

Ia menyebutkan, gajah itu berjenis kelamin jantan dan berusia sekitar 35 tahun. Sepasang gading itu ukurannya berbeda, gading kanan panjangnya 114 cm, diameter pangkal 37 cm, diameter ujung 25 cm. Sementara gading sebelah kiri panjangnya 105 cm, diameter pangkal 36 cm dan diameter ujung 25 cm.

Kematian gajah sumatera kian tidak terbendung. Sebelum kasus di Nagan Raya, pada Selasa (20/2/2024) seekor gajah ditemukan mati di Desa Aki Neungoh, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya. Gajah jantan itu mati karena terkena kabel listrik tegangan tinggi yang dipasangi warga di areal perkebunan.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh mencatat dalam periode 2019-2023, sebanyak 22 gajah sumatera di Aceh mati. Penyebab kematian beragam, mulai dari diburu, terkena kabel listrik, hingga sakit.

Gajah merupakan satwa lindung yang terancam punah. Berdasarkan The IUCN Red List of Threatened Species, satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus Critically Endangered atau spesies yang terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar.

Sebelumnya, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Aceh Afifuddin Acal mengatakan, gajah, harimau, orangutan, dan badak merupakan satwa kunci bagi Indonesia. Aceh menjadi salah satu tempat di dunia yang masih menjadi rumah bagi keempat spesies tersebut.

Namun, kematian satwa-satwa tersebut bukanlah hal biasa karena dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Misalnya, gajah dan orangutan membantu dalam proses reboisasi hutan secara alami, sedangkan harimau menjaga keseimbangan populasi satwa lainnya.

Manajer Geographic Information System (GIS) Yayasan HAkA Lukmanul Lukman mengatakan, kerusakan hutan atau deforestasi salah satu penyebab konflik satwa lindung, seperti gajah dan harimau.

HAkA mencatat, dari tahun 2019 hingga 2023 Aceh kehilangan tutupan hutan 57.217 hektar. Untuk diketahui, saat ini 85 persen gajah sumatera di Aceh populasinya berada di luar hutan konservasi.

 

Para pengunjung Conservation Respon Unit Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh, memberikan makanan untuk gajah jinak, Kamis (3/3/2022).

Sementara itu, kasus kematian gajah di Pidie Jaya masih dalam proses hukum oleh kepolisian. Kepolisian Resor (Polres) Pidie Jaya telah menetapkan satu tersangka, yakni MS (35), pengelola kebun yang memasang kabel listrik.

Kasat Reskrim Polres Pidie Jaya Inspektur Satu Irfan mengatakan MS diduga dengan sengaja memasang kabel listrik untuk menghalau hewan untuk masuk ke kebun. Namun, akibat pemasangan kabel listrik tersebut yang terkena justru gajah, satwa yang dilindungi.


Sumber : https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/03/05/sepasang-gading-utuh-tetapi-penyebab-kematian-gajah-sumatera-di-nagan-raya-belum-diketahui