Anak Gajah Sumatera Mati Terlilit Tali Hingga Infeksi Di Pelalawan

 

RIAU ONLINE, PEKANBARU – Seekor anak gajah liar Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) mati usai kaki kanannya terlilit benang nilon hingga infeksi. Anak gajah malang itu ditemukan mati di Kabupaten Pelalawan, Selasa, 28 November 2023.

Gajah jantan berusia 2 tahun dengan berat 500 kg itu mati setelah tim medis berusaha beberapa kali melakukan perawatan terhadap kaki kanannya yang mengalami infeksi karena terjerat nilon.

Kepala Bidang Teknis Balai Besar KSDA Riau, Ujang Holisudin mengatakan pihaknya menerima laporan bahwa seekor anak gajah liar telah tertinggal hingga terpisah dari kelompoknya diduga karena sakit.

“Selanjutnya, tim Wildlife Rescue Unit (WRU) BBKSDA Riau dari tenaga medis dan perawat gajah bekerjasama dengan para pihak di lapangan melakukan tindakan medis pertama,” ujar Ujang.

Berdasarkan observasi tim medis setelah proses pembiusan, teridentifikasi bahwa gajah tersebut berkelamin jantan dengan umur sekitar 2 tahun dan perkiraan bobot badan sekitar 500 kg.

Selain itu, terdapat lilitan tali nilon pada kaki kanan depan gajah yang diduga sudah lama terpasang sehingga membuat luka sangat dalam hingga menyisakan persendian dan infeksi.

Terhadap luka tersebut, pihak BBKSDA dan tim medis melakukan pengobatan dengan memberikan obat antibiotik, anti inflamasi, vitamin dan infus hingga pemberian antidota sehingga gajah kembali sadar dan bergerak agresif.

“Hasil observasi tim medis diketahui bahwa kondisi kaki kanan Gajah di bagian persendian yang luka tersebut semakin merenggang karena otot dan tendornya sudah putus serta terlihat seperti akan lepas,” terang Ujang.

Tim selanjutnya melakukan pemantauan dari jarak aman terdekat dan sekitar pukul 14.30 WIB, kelompok gajah lainnya bergerak sedikit jauh dari gajah yang terluka dan seketika itu Tim mendekati anak gajah yang sedang berendam.


Baca selengkapnya di https://www.riauonline.co.id/kota-pekanbaru/read/2023/11/28/anak-gajah-sumatera-mati-terlilit-tali-hingga-infeksi-di-pelalawan

KONSERVASI GAJAH : Bayi Gajah Sumatera Lahir di Way Kambas

BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Seekor bayi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) berjenis kelamin jantan lahir di Camp Elephant Response Unit Wilayah II Bungur, Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, Lampung, pada Sabtu (11/11/2023). Kelahiran gajah ini memberi harapan bagi upaya konservasi gajah sumatera di tengah ancaman kepunahan satwa liar tersebut.

Koordinator Elephant Response Unit TN Way Kambas Nazaruddin menuturkan, bayi gajah tersebut dilahirkan dari gajah induknya, Riska, pada Sabtu, sekitar pukul 05.30 WIB. ”Bayi gajah ini adalah anak kedua gajah Riska yang merupakan hasil perkawinan dengan gajah jantan bernama Aji di Camp ERU,” kata Nazaruddin saat dihubungi dari Bandar Lampung, Sabtu siang.

Seekor bayi gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) berjenis kelamin jantan lahir di Camp Elephant Response Unit Wilayah II Bungur, Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, Lampung, pada Sabtu (11/11/2023). (Foto : Nazaruddin untuk Kompas)

 

Menurut Nazaruddin, saat ini, kondisi induk gajah ataupun bayi gajah dalam kondisi sehat. Bayi gajah lahir dengan berat 108 kilogram. Sesaat setelah lahir, anak gajah itu sudah bisa berdiri, berjalan, dan menyusu dengan induknya. Induk dan bayi gajah itu masih dalam pengawasan tim dokter.

Sebelumnya, kata Nazaruddin, gajah Riska melahirkan anak pertamanya pada 2017. Anak gajah betina yang diberi nama Linda itu kini telah berusia enam tahun dan tumbuh sehat di Camp ERU.

Kelahiran bayi gajah ini merupakan yang pertama di Camp ERU sepanjang tahun 2023. Namun, saat ini, masih ada dua gajah betina lain yang sedang hamil. Dua bayi gajah diprediksi lahir di Camp ERU tahun depan.

Bayi gajah yang baru lahir tengah menyusui induknya Riska (Foto : Nazaruddin)

 

Dengan kelahiran anak gajah itu, saat ini jumlah gajah yang dipelihara di tiga lokasi Camp ERU berjumlah 28 ekor. Menurut dia, kelahiran bayi gajah ini merupakan keberhasilan upaya pengembangbiakan gajah jinak di alam liar.

Selama ini, tim dokter berupaya mengawinkan gajah jantan dengan gajah betina yang ada di sana secara alami di kandang kawin. Namun, tim masih kesulitan mendeteksi tanpa-tanda berahi pada gajah betina melalui pemeriksaan ultrasonografi. ”Petugas hanya dapat memperhatikan perubahan perilaku gajah yang lebih agresif saat masa kawin,” katanya.

Kelahiran gajah di Camp ERU Way Kambas juga memberi harapan bagi upaya konservasi satwa langka tersebut. Saat ini gajah sumatera masih dalam ancaman kepunahan akibat aktivitas perburuan liar ataupun kematian.

Berdasarkan catatan Kompas, sepanjang tahun 2023, ada dua gajah yang mati di TN Way Kambas. Pada Juni 2023, seekor gajah jantan bernama Mambo, yang dipelihara di Pusat Latihan Gajah, TNWK, ditemukan mati di kandang. Gajah jinak berusia 45 tahun tersebut diduga mati karena sakit.
Sementara pada Agustus 2023, seekor gajah liar ditemukan mati di hutan TNWK. Gajah mati itu ditemukan dalam kondisi terdapat lubang di tubuhnya dan tak ada gading.

Secara terpisah, Sukatmoko dari Humas Taman Nasional Way Kambas mengatakan, pihaknya terus mengupayakan pengembangbiakan gajah jinak, baik di Camp ERU maupun di PLG TN Way Kambas. Saat ini, jumlah gajah jinak yang dipelihara di PLG TN Way Kambas sebanyak 34 ekor.
Sepanjang tahun 2023, satu ekor bayi gajah lahir di PLG TN Way Kambas. Anak gajah berjenis kelamin jantan ini lahir dari induk bernama Suli pada 8 April 2023.

Saat ini, anak gajah yang memasuki usia tujuh bulan itu tumbuh sehat bersama induknya dalam pengawasan tim dokter hewan dari TN Way Kambas.

Satwa langka

Pelaksana Tugas Kepala Balai TNWK Hermawan, beberapa waktu lalu menyampaikan, TNWK menjadi benteng pelestarian beberapa satwa langka, khususnya gajah sumatera dan badak sumatera. Untuk mendukung upaya konservasi satwa liar tersebut, pengelola TNWK menjalankan program patroli untuk mengamankan kawasan hutan.

Selain itu, pihaknya juga mengajak masyarakat sekitar TNWK untuk turut menjaga hutan. Keterlibatan masyarakat ini penting karena TNWK berbatasan langsung dengan 38 desa penyangga.

Saat ini, ancaman bagi upaya pelestarian satwa liar adalah aktivitas perburuan liar dan kebakaran hutan. Di TN Way Kambas, para pemburu liar diduga sengaja membakar kawasan hutan, khususnya di area sabana atau padang rumput.

Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan tunas-tunas muda tumbuhan yang merupakan makanan bagi satwa liar. Saat tunas muda tumbuhan itu tumbuh, satwa liar, khususnya rusa akan mendekat ke area padang sabana dan kemudian diburu.

(VIO)

Satu Pemburu Satwa Liar yang Diduga Bakar TN Way Kambas Ditangkap

Lampung Timur – Satu pemburu satwa di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) ditangkap Polres Lampung Timur. Pelaku merupakan DPO yang telah diburu.
Identitas pelaku yang diamankan bernama Mispan (59) warga Desa Rantau Jaya Udik II, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung Timur.

Kapolres Lampung Timur, AKBP Rizal Muchtar mengatakan Mispan ditangkap pada Selasa (10/10/2023) lalu di rumahnya. Mispan ditangkap setelah sebelumnya petugas berhasil menangkap pelaku bernama Saleh beberapa bulan lalu.

“Satu DPO berinisial M berhasil kami tangkap, dia merupakan pemburu satwa di TNWK,” kata Rizal kepada detikSumbagsel, Kamis(12/10/2023).

“Pada Februari lalu, pelaku berinisial S kami tangkap di dalam hutan. Rupanya dari keterangannya, ada dua pelaku lainnya yang berhasil melarikan diri yakni M dan D. Untuk D ini masih kami lakukan pengejaran,” lanjutnya.

Disinggung apakah Mispan merupakan pelaku pembakaran lahan Taman Nasional Way Kambas beberapa waktu lalu, Rizal menjelaskan hal tersebut masih didalami.

“Kita masih melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan, belum bisa kita simpulkan,” imbuhnya.

Dari penangkapan pelaku, sejumlah barang bukti turut diamankan. Yakni satu senjata api laras panjang, 32 butir amunisi kaliber 5.56 mm, serta sebilah golok.


Sumber : https://www.detik.com/sumbagsel/hukum-dan-kriminal/d-6978751/satu-pemburu-satwa-liar-yang-diduga-bakar-tn-way-kambas-ditangkap

Sejumlah Satwa di Taman Nasional Way Kambas Mati Terbakar, Ulah Pemburu Liar

Liputan6.com, Lampung Ulah dari pemburu liar sejumlah satwa ditemukan mati di lahan Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung Timur, yang sengaja dibakar.

Periode Agustus hingga September sudah sekitar 200 hektare lahan di TNWK ludes dilalap si jago merah, karena ulah oknum yang tidak bertanggung jawab.

Satwa yang mati terbakar itu diantaranya Trenggiling. Selain itu ada beberapa satwa lainnya yang juga terbakar dengan hanya menyisakan tulang belulang.

Humas Taman Nasional Way Kambas, Sukatmoko mengatakan bahwa sejumlah satwa yang mati kondisinya tidak bisa dikenali.

“Tidak ada satwa besar yang mati, namun ada beberapa satwa kecil seperti Trenggiling dan Ular yang kami temukan mati. Ada juga beberapa satwa lainnya yang kondisi hanya tersisa tulang belulangnya saja,” ucap Sukatmoko kepada wartawan, Rabu (4/10/2023).

Terbakarnya 200 hektare lahan di TNWK itu, menurut Sukatmoko, karena ulah dari pemburu liar yang akan memasang perangkap satwa.

“Pemburu liar sengaja membakar lahan, karena nantinya memudahkan mereka untuk memasang perangkap ketika rerumputan liar mulai tumbuh kembali,” ujarnya.

Aparat Buru Pelaku

Menyikapi persoalan tersebut, pihak TNWK berkoordinasi dengan Tentara Repulik Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesoia (Polri) untuk memburu para pelakunya.

“Iya kami bekerja sama melakukan penyelidikan terkait aktifitas pembakaran yang dilakukan oleh para pemburu ini. Kami bekerja sama dengan TNI-Polri tentunya,”imbuh Sukatmoko.

Pihak TNWK pun masih berupaya meninjau titik-titik api, agar tidak menyebar ke sisi lahan yang lain.


Sumber : https://www.liputan6.com/regional/read/5414605/sejumlah-satwa-di-taman-nasional-way-kambas-mati-terbakar-ulah-pemburu-liar?page=2

Diduga Pemburu Liar Membakar Lahan TNWK Gunakan Obat Nyamuk

Kupastuntas.co, Lampung Timur – Pihak Taman Nasional Way Kambas (TNWK) mencurigai modus yang digunakan para pelaku pembakaran lahan adalah dengan membakar obat nyamuk.

Plt Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas, Hermawan mengatakan bahwa pihaknya pernah menangkap pemburu liar yang sengaja membakar lahan TNWK menggunakan obat nyamuk.

“Dugaan kami saat ini sama ya, karena waktu sebelum Covid-19 melanda itu kami pernah mendapati pembakaran lahan menggunakan obat nyamuk,” kata dia dilansir dari Detikcom, Minggu (8/10/2023).

Menurut Hermawan, obat nyamuk itu dibakar dan memberikan waktu mereka untuk melarikan diri sebelum ketahuan atau tertangkap.

“Kami pernah menemukan obat nyamuk di lahan yang terbakar waktu itu, jadi mereka ini membakar obat nyamuk itu dan mempunyai waktu untuk melarikan diri. Jadi kan kalau bakar obat nyamuk nggak langsung mati itu apinya,” terang dia.

Meski begitu, untuk mengetahui modus pastinya, pihak TNWK masih menunggu para pemburu liar ini tertangkap.

“Itu dugaan kami ya, tapi memang bisa saja modus itu berbeda lagi,” tandasnya.

Di lain pihak, Satreskrim Polres Lampung Timur masih melakukan penyelidikan dan pengejaran para pelaku yang telah diidentifikasi.

“Kami telah melakukan penyelidikan atas peristiwa terbakarnya lahan di Taman Nasional Way Kambas. Sudah ada yang kami duga sebagai pelaku,” kata Kapolres Lampung Timur, AKBP Rizal Muchtar.

Menurut Rizal, penyelidikan ini melibatkan pihak Taman Nasional Way Kambas untuk menguatkan dugaan sebagai para pelakunya.

“Iya kami sudah mapping siapa-siapa para pelakunya. Kami libatkan pihak TNWK dalam penyelidikan ini, dan dugaan kuatnya memang pemburu liar, semoga dalam waktu dekat para pelaku ini bisa segera tertangkap,” jelasnya.

Terparah Dalam Lima Tahun Terakhir

Kebakaran lahan di Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur disebut paling parah dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Hal ini dikarenakan dampak El Nino yang membuat banyak ilalang pohon mengering.


Baca selengkapnya di sumber : https://kupastuntas.co/2023/10/08/diduga-pemburu-liar-membakar-lahan-tnwk-gunakan-obat-nyamuk

Sudah 270 Hektare Lahan TN Way Kambas Ludes Terbakar, Pemadam Terkendala Sulitnya Medan

Liputan6.com, Lampung – Sudah sekitar 270 hektare lahan Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Lampung TimurLampung ludes dilalap si jago merah. Humas TNWK menyebut api sudah mulai padam namun petugas masih menyisir bara api yang tersisa.

Humas Balai Taman Nasional Way Kambas, Sukatmoko mengatakan bahwa kemarin sore, pada Kamis (5/10/2023) api masih membakar lahan TNWK di beberapa titik.

“Masih (terbakar) kemarin, syukur saat ini bara api yang tersisa sudah berhasil dipadamkan,” kata Sukatmoko kepada wartawan, Jumat (6/10/2023).

Meski api sudah berhasil dipadamkan, pihak TNWK dan tim terkait masih berjaga di kawasan untuk mengantisipasi ada pembakaran yang dilakukan oleh oknum pemburu liar.

“Sudah padam kemarin sore, namun memang tim gabungan dari kami serta TNI-Polri masih bersiaga di titik-titik api dan masih melakukan penyisiran untuk mencari bara-bara api,” jelasnya.

Menurut dia, lokasi terbakar ada enam titik di tiga seksi berbeda yang masih dalam wilayah TNWK.

“Ada 6 titik di tiga seksi yakni seksi 1 Way Kanan, seksi 2 Bungur dan seksi 3 Kuala Penat,” sebut Sukatmoko.

Lahan Gambut Sulit Dipadamkan

Dari total 125.621,30 hektar lahan Taman Nasional Way Kambas. Dijelaskan Sukatmoko bahwa total yang terbakar dengan luasan 270 hektar.

“Luas lahan TNWK ini 125.621,30 hektar, dari data sementara luas kawasan yang terbakar 270 hektar,”tuturnya.

Sukatmoko menyampaikan, pada proses pemadaman ada satu titik yang diakuinya sulit untuk dipadamkan karena kondisi lahan gambut.

“Ada satu lokasi yang memang sulit kita padamkan, itu ada di seksi Kuala Penat. Disana itu hampir seluruhnya lahan gambut, jadi kita mesti ekstra karena bara api itu biasanya sampai ke akar-akarnya, tapi alhamdulillah sudah padam,” jelas dia.

Dia menyebutkan, masih ada beberapa satwa yang ditemukan telah mengering akibat terbakar.

“Iya masih banyak, ada sekitar puluhan satwa yang mengering kami temukan di lokasi lahan yang terbakar,” ungkapnya.


Sumber : https://www.liputan6.com/regional/read/5416538/sudah-270-hektare-lahan-tn-way-kambas-ludes-terbakar-pemadam-terkendala-sulitnya-medan?page=2

‘Ngetem Raksasa Lembut’ Satwa Kunci Penjaga Hutan di WK Rokan

SuaraRiau.co -PEKANBARU-Langkah kaki dan hembusan nafasnya yang besar serta lengkingan suaranya yang nyaring, memecah suasana alam lokasi hutan raya tropis di Pusat Pelatihan Gajah (PLG) Minas, Balai Besar Konservasi Sumber daya Alam, Riau.

Melihat satwa liar bertubuh raksasa dan berhati lembut ini, beratnya bisa mencapai 3-5 ton. Berjalan di hutan hujan, menginjak dan memakan tumbuhan vegetasi. Mereka menipiskan pohon-pohon muda yang tumbuh bersaing untuk mendapatkan ruang, melintasi sungai, dan cahaya, telah memberikan ruang bagi pohon lainnya untuk tumbuh tinggi menjulang memelihara pertumbuhan hutan tropis di kawasan Riau.

Hal ini berarti, memelihara lingkaran kehidupan di bumi Lancang Kuning. Populasinya yang terancam menyebabkan satwa liar ini sudah sangat sulit ditemukan.Meski dulunya Riau sebagai tempat populasi terbesar Gajah Sumatera.

Begitu menakjubkan melihat tingkah dan kehidupan gajah, ketika puluhan jurnalis di Pekanbaru diberi kesempatan berkunjung ke Pusat Latihan Gajah (PLG) Minas, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) pada Selasa (18/7/2023) lalu. Meski panas terik menyengat, tidak membuat semangat jurnalis memanfaatkan kesempatan yang sangat jarang bisa diperoleh ini, digunakan untuk mengenal konservasi kehidupan “raksasa” penjaga hutan di Wilayah Kerja (WK) Rokan tersebut.

PLG Minas berlokasi sekitar 2 km di sisi kiri dari simpang keluar Gerbang Tol Minas. Paska melewati sepanjang jalan gerbang tol itu, mata pengunjung akan menatap kilatan dari tabung panjang pipa aliran minyak dan gas milik PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Ukurannya lebih kecil dibandingkan pipa di lokasi lainnya. Sekitar 3 km berjalan di tanah yang dominan berwarna kuning tersebut, maka akan sampai di gerbang gapura PLG (Minas) BBKSDA Riau. Kepala Seksi Konservasi BBKSDA Riau Wilayah IV, Azmardi Kamil beserta staff dan mitranya menyambut kunjungan tersebut.

Terasa oleh penciuman kita hawa bau satwa liar tersebut. Sedangkan jejak gajah akan terlihat, ketika hampir mendekati bagian utama dari gerbang PLG. Beberapa sisi tampak ujung relief tanah yang berbentuk semenanjung dimana rantai besar terletak di tengah semenanjung sisi kiri jalan masuk. Beberapa meter lainnya ada di sebelah kanannya.

Sekitar lebih kurang 50 meter, kita akan sampai di bagian utama gedung pusat pelatihan gajah. Kondisi terik tiba-tiba hilang seketika, memasuki lokasi yang banyak ditumbuhi pohon-pohonan yang tumbuh dengan jarak yang tertata rapi. Hal ini membuat suasana terik menjadi sejuk. Jangan terkejut. Jika dua ekor ayam mutiara yang langka dan antik dari Indonesia Timur menyambut para pengujung. Fenomena gerakan mondar-mandir kedua ayam yang lucu dan eksotis itu, memanjakan mata yang melihatnya. Sebab sejak pertama kali melihatnya, semua mata yang memandang tak lepas terus menatap tingkah kedua ayam berbulu keabu-abuan bintik hitam dan gendut itu. Hal ini membuat gemas dan mencoba untuk menangkapnya. Kedua ayam itu sedang menanti untuk diberikan makanan. Tampak jinak. Namun sulit dijamah. Apa lagi ditangkap. Suasana ini mendorong untuk lebih ingin tahu dan mengenal kondisi konservasi gajah di Blok Rokan.

Dua ekor ayam mutiara dari Indonesia Timur jadi penghuni PLG Minas, Selasa (18/7/2023).(FOTO/SRc/Imelda Vinolia)

Tak berapa lama kemudian beberapa ekor gajah tiba dengan mahot (pengembala gajah, red). Kedatangan satwa liar berbadan raksasa ini, membuat mata yang baru datang tampak lebih berbinar-binar. Namun tetap sedikit was-was terhadap satwa liar berbelalai tersebut. Gajah-gajah itu dengan jinak berdiri berjejer di dekat tempat duduk kayu balok panjang. Satwa liar rantai puncak makanan ekosistem ini, menanti untuk diberikan potongan-potongan besar buah nenas dan semangka yang ditaruh di bangku panjang balok yang berjarak 1,5 meter dihadapannya. Pihak PHR membawa buahan tersebut, sebagai buah tangan bagi gajah, agar satwa yang suka makan tumbuhan itu, senang menerima pengunjungnya.

Satu-satu para jurnalis mencoba ‘beramah-tamah’ ingin dekat dengan gajah yang beratnya bisa mencapai 1-3 ton. Awalnya takut-takut. Salah satu jurnalis mencoba memasukkan makanan ke salah satu mulut gajah. Tiba-tiba ia terkejut ketika tangannya mencapai mulut sang gajah yang menganga lebar. “Ops!” ujarnya menarik tangannya secara refleks kembali. Membuat potongan semangka jatuh, tidak sampai masuk ke mulut gajah. Kemudian ia coba lagi dengan panduan mahot.Setelah beberapa saat, akhirnya berhasill. Jurnalis lainnyapun juga mengikuti untuk memberikan buah-buah tersebut.

Nuansa bunyi-bunyian alam hutan, endusan dan helaan nafas gajah sesekali terdengar. Hembusan udara keluar dari hidung dengan tekanan yang dalam dan lepas. Seperti bunyi bus sedang mengerem di jalan penurunan. Helaan nafas dan suara hewan liar ikon Sumatera tersebut, berbaur membuat cukup terasa hiruk pikuk suara gajah yang memecah luasnya alam di PLG Minas. Ditambah lagi suasana jadi ramai, ketika kerap kali terdengar suara gajah melengking bak terompet mengeluarkan ciri khas bunyiannya.

Asyiknya, Lihat Gajah Mandi di Sungai Takuwana

Bangsong (paling kiri), nama gajah jantan bergading tampak tidur menikmati sejuknya air Sungai Takuwana bersama kawanannya di Hutan Raya PLG Minas, Selasa (18/7/2023). (FOTO/SRc/Imelda Vinolia).

Mungkin tidak banyak yang tahu, kalau kebiasaan mandi dua kali bukan saja kebiasaan manusia. Tetapi kewajiban mandi dua kali juga harus dilakukan gajah. Tak heran jika sewaktu-waktu masuk hutan, kawanan gajah ditemukan suka berjalan menyisiri dan singgah di sungai.

Usai makan buah-buahan, kawanan gajah jinak di PLG Minas tersebut juga demikian. Beriringan turun ke sungai. Sangat menarik melihat kawanan gajah tersebut turun ke Sungai Takuwana yang jernih yang jaraknya sekitar 300 meter dari bangunan PLG.

Mata gajah yang unik dan lucu dengan telinganya yang lebar serta berbelalai panjang, tampak masuk ke sungai dengan mimik tubuh kesenangan. Sesekali belalainya menyedot air membentuk pancuran ke atas. Menidurkan diri ke air dan sesekali berdiri kembali sembari kulitnya digosok mahot dengan bros lebih besar dari bros untuk menyuci kain. Bulunya dari bahan susunan potongan logam-logam yang disusun, yang menurut para mahot karena kulit gajah sangat tebal. Butuh bros yang lebih keras untuk membersihkan tubuh gajah-gajah tersebut.

Gajah induk sangat menikmati mandi di Sungai Takuwana, PLG Minas, Selasa (18/7/2023). (FOTO/SRc/Imelda Vinolia).

Sementara anak gajah bernama Togar yang berumur 7 tahun, tampak “bahenol” dengan langkahnya lebih kecil dibandingkan gajah dewasa lainnya. Mimik mukanya yang lucu, juga ikut turun ke sungai. Gerak tubuh Togar kelihatan bahwa Togar seperti ‘anak kecil’ yang dikasihani dan disayang membuat yang melihatnya ‘gemes’. Pelan-pelan Togar juga akhirnya sampai ke bibir sungai dan masuk ke dalam air. Ikut bergembira merasakan mandi di bawah mentari yang masih bersinar dengan teriknya.

Togar anak gajah yang berkelamin jantan dan berumur 7 tahun ikut mandi di sungai (FOTO/SRc/imelda Vinolia).

“Ayo Togar, ujar para jurnalis. Diantaramya sudah melepaskan sepatu ikut masuk ke sungai yang dangkal itu, memandikan gajah dewasa (induk) yang telah lebih dahulu masuk ke sungai.

Togar pun, dengan senang hati menunjukkan kebolehannya berada di dalam sungai kecil yang jernih itu, menikmati air yang disiram ke tubuhnya oleh mahot dan para wartawan.

Menurut Mahot bernama Syahron (47), kesenangan gajah mandi ke sungai hingga dua kali sehari. Sebab, tubuh gajah yang besar tidak mengeluarkan keringat. Untuk mengatasi suhu tubuhnya agar memiliki hawa yang sejuk, maka gajah paling senang mandi di sungai.”Apa lagi cuaca panas terik, selain ingin minum, gajah akan mengademkan dirinya ke air,” ujarnya.

Tampak kawanan gajah bersama mahot pulang dari sungai, menaiki jalan mendaki menuju pusat PLG Minas.(FOTO/SRc/Imelda Vinolia)

Fenomena asyiknya gajah mandi di sungai jernih demikian, membuktikan masih tampak sisa indahnya kemolekkan hutan dengan sungai dangkal yang jernih berwarna tanah pasir pasang (pasir untuk membangun rumah,red) ini. Hal ini membawa imajinasi kita sejenak menikmati alam hutan raya tropis yang masih tersisa tersebut.

Bisa dibayangkan betapa indah dan megahnya suasana alam atas kehadiran raksasa lembut hutan Sumatera, dengan ekosistem di dalamnya.Terutama ketika hutan masih lebat. Namun sayang, kini penjaga hutan di Wilayah Kerja (WK) Rokan itu telah lama terancam punah akibat perambahan hutan.

Hilangnya ‘Rumah Satwa Kunci’ di Hutan Tropis Riau

Masifnya penghancuran hutan alam Riau, hampir tak menyisakan tempat bagi ruang hidup satwa liar. Menurut mantan Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Woro Supartinah, dalam laporan ‘Publik Review Perubahan Peraturan Perundang-undangan Terkait Hutan Tanaman Industri (PP dan Produk Hukum KLHK) Sejak 1996 – 2017′ yang terbit Mei 2018, hal ini terjadi sejak saat perkembangan industri HTI dipromosikan sebagai sektor penyumbang pendapatan bagi negara, setelah sektor pertambangan minyak dan gas di Indonesia.

Menurut Koordinator Jikalahari Riau, Made Ali, setelah masuknya industri HTI dan sawit dampaknya tak hanya mematikan sumber hidup seperti air dan hasil hutan. Tetapi melenyapkan ruang hidup ‘satwa kunci’ Gajah dan Harimau Sumatera serta satwa-satwa lainnya yang selama ini yang tidak masuk dalam prioritas konservasi. Dampak lainnya, kerap kali terjadi interaksi negatif antara gajah dan manusia.

Kepala Seksi Konservasi BBKSDA Riau Wilayah IV, Azmardi di sela-sela kunjungan membenarkan dampak kepunahan satwa liar akibat masuknya era industry HTI dan Perkebunan sawit. Salah satunya berdampak pada kehidupan Gajah Sumatera.

Kepala Seksi Konservasi BBKSDA Riau Wilayah IV, Azmardi.(FOTO/SRc/Imelda Vinolia).

Azmardi menjelaskan Gajah di PLG merupakan bagian dari jenis Gajah Asia atau elephas maximus. Yakni memiliki tiga sub spesies yaitu Elephas Maximus Indicus, Elephas Maximus dan Elephas Maximus Sumatranus. Gajah Sumatera adalah salah satu sub spesies Gajah Asia. Nama ilmiahnya Elephas Maximus Sumatranus.

 


Baca selengkapnya dari sumber di : https://suarariau.co/m/baca/berita/2023-08-31–ngetem-raksasa-lembut-satwa-kunci-penjaga-hutan-di-wk-rokan

Usut Tuntas Kematian Gajah Sumatera akibat Racun

Siaran Pers FKGI, 13 Juli 2023

Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) meminta pemerintah untuk mengusut tuntas kasus kematian gajah sumatera yang marak terjadi akhir-akhir ini karena terkena racun. Kemampuan untuk mengungkap kasus kematian gajah secara non alami secara tuntas menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjalankan amanat Undang-Undang dalam melindungi satwa terancam punah ini.

Pada Selasa (12/7/2023) lalu, ditemukan seekor gajah jantan muda mati di areal perkebunan sawit masyarakat yang berada di areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) PT Arara Abadi, di Distrik Nilo, Kabupaten Pelalawan, Riau. Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Genman Suhefti Hasibuan dalam keterangan pers menyatakan bahwa penyebab kematian gajah tersebut akibat diracun. Dari penyisiran lokasi kejadian ditemukan satu kantung plastik yang berisi gula merah yang diduga dijadikan umpan yang biasanya dicampur dengan zat yang mengandung racun. Pihak BBKSDA Riau akan melakukan pengumpulan barang bukti dan berkoordinasi dengan penegak hukum untuk penanganan lebih lanjut.

Gajah jantan muda mati di PT Arara Abadi, Pelalawan, Riau, Selasa (12/7/2023) (Istimewa)

Di tahun sebelumnya, kematian gajah juga terjadi di PT Riau Andalan Lestari (RAL) tepatnya di KM 48 Koto Pait Beringin, Dusun Pematang Gonting, Kecamatan Talang Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau. Seekor gajah betina dewasa ditemukan membusuk di areal kebun akasia. Gajah tersebut ditemukan karyawan perusahaan pada Rabu (25/5/2022). Dari proses bedah bangkai diketahui bahwa gajah betina ini tengah mengandung bayi gajah jantan. Walaupun peristiwa terjadi setahun yang lalu, belum ada titik terang upaya penegakan hukum terhadap kasus tersebut.

Temuan gajah betina dewasa yang tengah mengandung mati di areal HTI akasia PT Arara Abadi, Bengkalis, Riau, (250422) (Istimewa)

Demikian pula dengan kematian gajah di Karang Ampar, Ketol, Aceh Tengah, Aceh pada Jumat (9/6/2023) lalu. Seekor gajah betina berusia sekitar 15 tahun tergeletak mati di lokasi yang hanya berjarak 300 meter dari pemukiman warga. BKSDA Aceh dan aparat keamanan setempat telah melakukan bedah bangkai, olah TKP, dan penyelidikan. BKSDA Aceh menyatakan kematian gajah ini diduga disebabkan oleh keracunan, namun demikin belum ada proses hukum lanjutan dan titik terang penyebab peristiwa tersebut

Bangkai gajah betina dewasa yang mati di Desa Karang Ampar, Ketol, Aceh Tengah, Aceh, pada Sabtu (10/6/2023) lalu. (Tribungayo.com)

Kasus kematian gajah berikutnya terjadi di perbatasan PT Bumi Andalas Permai, dan Desa Sungai Batang, Air Sugihan, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Informasi yang didapat, gajah berjenis kelamin jantan dewasa itu ditemukan berada di dalam parit tanpa gading pada 29 April 2023 lalu.

Gajah jantan mati ditemukan mengambang di parit PT Bumi Andalas Permai, Desa Sungai Batang, Air Sugihan, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, (290423). (Istimewa)

Informasi ini luput dari pemberitaan media massa dan sepengetahuan FKGI, tidak ada keterangan resmi dari BKSDA Sumatera Selatan terkait kejadian tersebut. Diketahui, upaya penyelidikan dilakukan dengan memanggil sekitar 90 orang saksi yang terutama adalah para penggarap lahan yang berada di sekitar TKP oleh aparat berwenang terkait.

Perusahaan konsesi di atas yakni PT Arara Abadi, PT Riau Andalan Lestari, PT Bumi Andalas Permai (BAP) merupakan perusahaan pemasok bahan baku kertas dan rekanan Asia Pulp & Paper (APP). Kematian gajah secara berulang di dan sekitar areal perusahaan mengindikasikan lemahnya upaya perlindungan gajah sumatera secara kolaboratif.

Dari analisis Sistem Informasi Geografis diketahui 85% populasi gajah sumatera hidup di luar kawasan konservasi yang rentan dialihfungsikan menjadi areal produksi seperti perkebunan, pertambangan, jalan, dan pemukiman. Perusahaan yang mendapat izin hak pengelolaan hutan produksi wajib untuk melindungi keberadaan satwa liar dilindungi termasuk gajah sumatera.

Ketua FKGI Donny Gunaryadi menyatakan Instruksi Menteri Lingkungan Hidup & Kehutanan No. INS.1/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2022 tentang Perlindungan Satwa Atas Ancaman Penjeratan dan Perburuan Liar di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan merupakan isntruksi yang seharusnya berlaku bagi para pemegang konsesi. Terutama untuk memasukkan pertimbangan perlindungan satwa liar dari penjeratan dan perburuan liar sebagai kewajiban pemegang perizinan berusaha bidang kehutanan berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Perlindungan Satwa Liar.

Selain itu juga menginstruksikan agar keberhasilan perlindungan satwa liar (zero accident) sebagai salah satu ukuran keberhasilan setiap perusahaan pemanfaat hutan; dan pastinya pelanggaran kewajiban perlindungan satwa liar akan dijatuhkan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.

Tumpang tindihnya areal jelajah gajah dan perkebunan manusia menimbulkan interaksi negatif karena gajah kerap memakan dan merusak tanaman yang diinvestasikan oleh masyarakat atau perusahaan. Eskalasi interaksi negatif ini semakin tinggi karena habitat alami gajah terus berubah secara besar-besaran.

 

 

Seekor Gajah Jantan Mati akibat Diracun di Dalam Kebun Sawit di Riau

PEKANBARU, KOMPAS.com – Seekor gajah sumatera berjenis kelamin jantan ditemukan mati di dalam perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Pelalawan, Riau. Pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyatakan bahwa gajah itu mati akibat diracun. “Berdasarkan hasil neukropsi, kematian gajah diduga karena keracunan yang menyebabkan gangguan terhadap saluran pernapasan dan peradangan pada saluran pencernaan dan lambung,” ungkap Kepala BBKSDA Riau, Genman Suhefti Hasibuan kepada wartawan melalui keterangan tertulis, Rabu (12/7/2023).

Untuk memastikan penyebab kematian gajah, tambah dia, BBKSDA Riau menyisihkan organ dalam gajah untuk dilakukan uji laboratorium. Genman menjelaskan, gajah itu ditemukan mati disekitar kantong Tesso Tenggara, Kabupaten Pelalawan, pada Selasa (11/7/2023) sekitar pukul 07.00 WIB. Bangkai satwa dilindungi itu pertama kali ditemukan oleh karyawan perusahaan. Karena lokasi gajah mati itu berada di dalam areal perkebunan kelapa sawit yang berada pada konsesi HPHTI di Distrik Nilo, Kabupaten Pelalawan. “Tak jauh dari lokasi gajah mati, ditemukan satu kantong berisi gula merah yang diduga dijadikan umpan untuk makanan gajah yang biasanya dicampur dengan zat yang mengandung racun,” kata Genman. Setelah dilakukan identifikasi, kata dia, gajah jantan itu berusia sekitar 10 sampai 12 tahun. “Gading gajah masih lengkap. Tidak ada bagian tubuh yang luka atau hilang,” sebut Genman.


Baca selengkapnya dari sumber : https://regional.kompas.com/read/2023/07/12/122426678/seekor-gajah-jantan-mati-akibat-diracun-di-dalam-kebun-sawit-di-riau

Kematian Gajah Sumatera “Mambo” di PLG Taman Nasional Way Kambas

Pada tanggal 23 Juni 2023 sekitar pukul 07.10 WIB telah terjadi kematian seekor Gajah Sumatera di PLG Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Belum diketahui penyebab kematiannya.

Gajah yang ditemukan mati tersebut bernama Mambo, berjenis kelamin jantan, berumur 45 tahun. Gajah Mambo merupakan Gajah hasil rescue dan ditranslokasi dari Palembang ke PLG TNWK pada tanggal 15 April 1985. Berdasarkan catatan medis, Gajah Mambo adalah gajah yang tidak pernah “gemuk”, dengan Body Condition Index (BCI) hampir selalu bernilai 3 bahkan terkadang kurang.

Semasa hidupnya tim medis Balai TNWK telah melakukan pemeriksaan darah berulang, namun tidak ditemukan adanya kelainan/sakit tertentu. Terhadap gajah Mambo telah dilakukan perawatan rutin berupa pemberian vitamin baik oral maupun melalui infus. Menurut informasi dari mahout/pawang sehari sebelumnya gajah Mambo masih terpantau makan dan minum normal.

Hari ini sekitar pukul 06.30 WIB para mahout PLG beraktifitas seperti biasa yaitu mengeluarkan gajah dari kendang untuk digembalakan. Pada saat itu gajah mambo terpantau dalam kondisi masih berdiri di kandangnya, namun sekitar pukul 06.45 terpantau dalam kondisi roboh. Melihat kondisi tersebut, para mahout berupaya membangunkan gajah Mambo menggunakan bantuan gajah- gajah lain, namun tidak berhasil dan kondisi Mambo semakin melemah. Tepat pukul 07.10 WIB, oleh tim medis PLG TNWK gajah Mambo dinyatakan telah mati.

Saat ini Drh. Diah Esti Anggraini bersama tim telah melakukan nekropsi untuk mencari informasi penyebab kematian (dokumentasi terlampir). Sampel hasil nekropsi yaitu hati, jantung, paru-paru, ginjal, limpa, usus, lambung dan otak akan dilakukan pemeriksaan laboratorium di BBVET Bandar Lampung.

“Secara inspeksi atau pengamatan visual (makroskopis) dan palmasi atau perabaan ditemukan beberapa hal yaitu pada hepar ditemukan beberapa batu, pelemakan pada organ jantung dan terdapat penebalan berupa jaringan ikat pada paru-paru sehingga mengganggu pernapasan” kata Drh. Diah Esti Anggraini.

Gajah Sumatera merupakan salah satu jenis satwa liar dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/ KUM.1/6/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri LHK Nomor: P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi. Berdasarkan The IUCN Red List of Threatened Species, Gajah Sumatera berstatus Critically Endangered atau spesies yang terancam kritis, beresiko tinggi untuk punah di alam liar. Selain itu, Gajah sumatera juga merupakan satwa prioritas dan menjadi salah satu prioritas dalam pengelolaan Kawasan TNWK.

SIARAN PERS Balai TNWK
Nomor: SP. 971 /T.11/TU/HMS/06/2023