KLHK dan Polda Bengkulu tangkap tersangka perambah hutan TWA Seblat

Kota Bengkulu (ANTARA) – Direktorat Pencegahan dan Pengamanan LHK Ditjen Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dan Polda Bengkulu menangkap tiga orang tersangka perambah hutan di dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat Kabupaten Bengkulu Utara.

Ketiga perambah yang tangkap tersebut yaitu AS (51) dan SA (52) warga Kecamatan Marga Sakti serta Ru (60) warga Kecamatan Argamakmur Kabupaten Bengkulu Utara.
 
“Kami melakukan penangkapan terhadap perambah hutan di kawasan TWA Seblat dan ketiganya sehari-hari bekerja sebagai petani,” kata Kabid Humas Polda Bengkulu Kombes Pol Sudarno di Kota Bengkulu, Rabu.
 
Ia menyebutkan, ketiga orang tersangka tersebut telah merambah hutan TWA Seblat Kabupaten Bengkulu Utara dengan 4 hektar yang nantinya akan dijadikan kebun kelapa sawit.
 
Sekitar dua hektare lahan yang telah dirambah tersebut telah ditanami bibit-bibit kelapa sawit oleh ketiga tersangka dan masyarakat lainnya sejak 2019.
 
“Aksi perambahan ini memang berlangsung lama, karena sebelumnya kami melakukan upaya pendekatan. Tapi mudah-mudahan dengan upaya terakhir ini akan menimbulkan efek kerah bagi para perambah,” ujarnya.
 
Sementara itu, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Bengkulu Said Jauhari menjelaskan bahwa perambahan hutan tersebut tidak bisa terus dibiarkan, karena akan membuat pelakunya semakin masif dan mengancam habitat gajah sumatera yang ada di hutan TWA Seblat.
 
Padahal, TWA Seblat merupakan wilayah konservasi gajah dan saat ini populasi gajah Sumatera sudah sangat sedikit dan terancam kepunahan.
 
“Jadi TWA Seblat inilah yang menjadi benteng terakhir untuk menyelamatkan gajah sumatera yang ada di Provinsi Bengkulu,” katanya.
 
Ada enam perambah hutan yang masuk dalam Target Operasi (TO) pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu dan Polda Bengkulu, namun saat dilakukan penangkapan hanya ada tiga tersangka.
 
Dalam penangkapan tersebut, pihaknya juga menyita barang bukti berupa pancang kayu, pisau, senter, batang kayu, bibit sawit, gergaji, batu asah pisau, dan arit.
 
Oleh karena itu, ketiga tersangka terancam Pasal 78 ayat (2) Jo Pasal 50 ayat (2) huruf A UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
 
Sebagaimana telah dirubah pada paragraf 4 Pasal 36 UU RI Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara atau denda Rp7,5 miliar.
 
Diketahui, TWA Seblat merupakan hutan tempat tinggal habitat gajah yang ada di Provinsi Bengkulu dengan luas 7.732 hektare yang terletak di Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko.

Sumber asli dari : https://bengkulu.antaranews.com/berita/254549/klhk-dan-polda-bengkulu-tangkap-tersangka-perambah-hutan-twa-seblat

Polisi Pastikan, Gajah Mati di Aceh TImur karena Pestisida

ACEH TIMUR, KOMPAS.com – Seekor gajah betina ditemukan mati di area perkebunan milik warga di Desa Sri Mulya, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, Sabtu (15/10/2022).

Kapolsek Serbajadi Iptu Hendra Sukmana, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (16/10/2022), memastikan bahwa kematian gajah itu karena meminum pestisida milik petani yang disimpan di dalam gubuk.

Baca juga: Saat Jokowi dan Teman Kuliah Tertawakan Isu Ijazah Palsu “Tak jauh dari lokasi gajah mati, ada gubuk petani, kondisinya juga rusak. Dindingnya jebol. Diduga pestisida yang disimpan petani itu sebagian diminum oleh gajah, ini yang menyebabkan kematian,” kata Kapolsek.

Dia menyebutkan, dua dokter dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, yaitu drh Mahmudi dan drh Julius, juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap bangkai gajah itu.

“Dari keterangan dokter yang melakukan nekropsi, disimpulkan bahwa gajah betina tersebut mati diduga disebabkan memakan bahan yang mengandung racun. Kematian diperkirakan dua atau tiga hari,” terangnya.

Umur gajah diperkirakan enam sampai tujuh tahun. Dia menyimpulkan, dari hasil olah tempat kejadian, diduga gajah merusak gubuk petani yang di dalamnya terdapat pestisida. Lalu, gajah memakan atau meminum pupuk dan cairan pestisida yang ada di gubuk tersebut.

Baca juga: Densus 88 Tangkap Terduga Teroris di Sampang, Berprofesi sebagai ASN Guru SD “Hasil penyelidikan sementara kita tidak ada mengarah ke unsur sengaja membunuh gajah,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, seekor gajah betina ditemukan mati di kawasan pedalaman Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh. Gajah itu mati di area perkebunan milik petani.


Sumber asli dari Kompas : https://regional.kompas.com/read/2022/10/17/060207278/polisi-pastikan-gajah-mati-di-aceh-timur-karena-pestisida

Seekor Gajah Mati di Aceh Timur

ACEH TIMUR – Seekor gajah ditemukan mati di area perkebunan warga di Dusun Rukun Makmur, Gampong Sri Mulya, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur, Sabtu (15/10). 

“Gajah tersebut berjenis kelamin betina,” kata Kapolsek Serbajadi Iptu Hendra Sukmana. 

Kapolsek menyebutkan, pihaknya dan personel Koramil 01/PNR, perangkat Gampong Srimulya serta petugas Forum Konservasi Leuser (FKL) telah mendatangi lokasi.

Tiba dilokasi, anggota Polsek langsung memasang garis polisi (police line) serta mengamankan TKP sambil menunggu tim dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.

Setelah tim BKSDA Aceh tiba dilokasi, kata Kapolsek, mereka langsung melakukan nekropsi terhadap bangkai gajah tersebut untuk mengetahui penyebab kematiannya.

“Dari keterangan drh. Julius dan drh. Mahmudi yang melakukan nekropsi, gajah tersebut mati diduga memakan makanan yang mengandung racun dan diperkirakan telah mati sekitar tiga hari lalu,” ujarnya. 

Untuk kepentingan uji laboratorium, kata Kapolsek, tim dokter dari BKSDA telah mengambil beberapa organ tubuh dari gajah yang umurnya diperkirakan 6-7 tahun tersebut. 

Sekitar 150 meter dari bangkai gajah mati tersebut, kata Kapolsek, terdapat sebuah gubuk untuk menyimpan pupuk dan racun (pestisida) pemilik kebun.

“Dinding gubuk terbuat dari kayu papan, kondisinya rusak. Besar kemungkinan dirusak oleh gajah yang mati itu. Kemudian dengan menggunakan belalainya gajah itu memakan sebagian dari pupuk dan pestisida sehingga mengakibatkan kematian,” katanya. 


Sumber asli berita :

https://www.ajnn.net/news/seekor-gajah-mati-di-aceh-timur/index.html

Asa Untuk Gajah

#asauntukgajah

Jejamo Liman, Nyepidah

Jum’at, 12 Agustus 2022 merupakan tahun ke-sepuluh peringatan Hari Gajah Sedunia (World Elephant Day) sejak ditetapkan oleh PBB pada tahun 2012 yang lalu. Hari Gajah Sedunia merupakan aksi kampanye masyarakat dunia untuk menyuarakan pelestarian gajah yang tengah menghadapi ambang kepunahan dari muka bumi. Ancaman yang semakin serius bagi keberlangsungan hidup populasi gajah di Afrika dan Asia, menjadi latar belakang peringatan Hari Gajah.

Sejatinya, Peringatan Gajah Sedunia semacam alarm untuk memberitahu dunia bahwa gajah merupakan salah satu satwa yang kini kondisinya semakin ‘kritis’ dan perlu dilindungi dari kepunahan. Status spesies gajah asia yang terancam punah, membuat IUCN mengganjarnya dengan status kritis (Critically Endangered) ini menandakan selangkah lagi gajah akan punah dari muka bumi, jika tidak ada upaya serius dalam menanganinya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi, dan tentu saja kita setuju bahwa perlakuan manusialah yang menyebabkan spesies gajah ini terus berkurang dan habitat mereka terganggu.

Gajah adalah mamalia darat terbesar di bumi, makhluk sosial yang cerdas dan cinta damai. Gajah sumatera merupakan sub-spesies dari gajah asia yang cuma ada di Pulau Sumatera. Memiliki postur lebih kecil dari pada sub spesies gajah india. Populasinya semakin menurun dan menjadi spesies yang status keterancamannya tertinggi, yaitu kritis. Sebagian besar habitat gajah telah berganti menjadi wilayah perkebunan dan lahan pertanian. Hal ini mengakibatkan konflik gajah dengan manusia terus menerus terjadi dan seolah tidak pernah berhenti.

Entah seperti apa nasib spesies berbadan besar yang memiliki nama lokal ‘‘Liman’’ ini di masa yang akan datang. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) habitat Gajah di Indonesia terus mengalami penyusutan, dalam sepuluh tahun terakhir, dari 56 habitat Gajah yang ada, 11 habitat gajah dalam kondisi kritis, dua habitat dalam kondisi di ambang kritis, dan terdapat 13 habitat gajah yang telah hilang. Sementara data yang dihimpun oleh FKGI Gajah di Pulau Sumatera tercatat ada sekitar 1.700 individu gajah di alam. Penurunan populasi gajah di alam diakibatkan adanya fragmentasi hilangnya habitat alami gajah, pembunuhan serta perburuan bagian-bagian tubuh gajah, konflik sumber daya antara manusia dengan gajah. Lokakarya penggiat konservasi dari Forum Konservasi Gajah Indonesia bersama instansi pemerintah terkait, pada tahun 2014 merilis angka populasi gajah sumatera 1.742 individu. Jumlah ini turun dari angka populasi sebelumya pada tahun 2007 yakni 2.400 – 2.800 individu.

Populasi gajah sumatera khususnya yang berada di Provinsi Lampung, diyakini dari tahun ke tahun semakin berkurang jumlahnya. Tercatat dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir dari tahun 2011 hingga 2022 sekarang, sedikitnya 30 ekor gajah sumatera ditemukan mati di seluruh wilayah TNWK dan TNBBS Lampung (sumber data dari catatan yang dikumpukan oleh FKGI). Dan kematian gajah-gajah tersebut diduga diburu dan dibunuh oleh manusia untuk diambil gadingnya, dan bagian giginya.

Di Sumatera umumnya gajah ada yang ditemukan mati dibunuh dengan senjata organik, diracun dan distrum. Yang lebih memprihatinkan lagi, dalam kasus kematian gajah di Provinsi Lampung hingga saat ini belum ada pelaku yang berhasil ditangkap ataupun yang diadili. Padahal gajah merupakan satwa yang cerdas dan cinta damai yang sudah menjadi ikon Provinsi Lampung, dan Lampung adalah Surganya Gajah Sumatera. Bahkan budaya Indonesia di beberapa daerah sangat menghormati keberadaan gajah.

Pembukaan lahan dan tindak pidana pemburu gading gajah yang membunuh hewan ini patut kita kecam. Akankah kita terus menunggu hingga kita menyaksikan kepunahan binatang terbesar di dunia ini? Akankah kita siap, menceritakan kenangan kepada anak cucu kita, mengenai sosok gajah yang pernah hidup di masa lalu? Satu hal yang pasti, saat ini kita masih bisa melihat gajah.

Harapannya, kita masih dapat melihatnya di masa mendatang jika kita dapat melestarikannya, serta memertahankan “ASA untuk GAJAH”. Dan hal itu hanya dapat kita capai dengan melindungi dan menyayangi gajah, agar mereka selalu bisa menjaga hutan demi keberlangsungan hidup manusia. Selamat Hari Gajah Sedunia tahun 2022.

* Renungan Hari Gajah Sedunia, 12 Agustus 2022

Usut Tuntas Kematian Gajah Sumatera di Areal Konsesi dan HGU

Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus kematian satwa liar dilindungi di areal konsesi. Perusahaan pemegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Guna Usaha (HGU) harus bertanggungjawab terhadap kehidupan satwa liar dilindungi yang berada di areal kerjanya.

“Banyak kasus kematian gajah dan juga harimau akhir-akhir ini terjadi di areal HGU dan HTI, seperti Aceh dan Riau. Pemerintah semestinya mendorong perusahaan untuk lebih serius dalam melindungi satwa liar. Kasus kematian gajah banyak terjadi berulang-ulang di konsesi yang sama,” ujar Donny Gunaryadi Ketua FKGI, Senin (30/05/22).

Seekor gajah betina yang tengah hamil tua tergelatak di ruas jalan konsesi PT Riau Abadi Lestari, (27/5/22). Foto : Rimba Satwa FoundationKondisi gajah sumatera baik jumlah populasi dan habitat terus tertekan. Intensitas konflik manusia dan gajah terus memanas serta perburuan gajah dengan motif perdagangan gading masih tinggi. Dalam kurun waktu 2,5 tahun terakhir, tercatat 44 ekor gajah sumatera mati, baik gajah liar dan gajah captive dengan berbagai sebab. Enam kasus kematian diantaranya terjadi di areal HTI dan HGU.

Kasus terakhir yang cukup mengenaskan adalah kematian seekor gajah betina yang tengah hamil tua di areal konsesi PT Riau Abadi Lestari (RAL), perusahaan pemasok bahan kertas Asia Pulp and Paper. Induk yang siap melahirkan ini diduga mati akibat racun, Rabu (25/5/22). Karyawan menemukan bangkai gajah yang tergeletak di tengah jalan di lokasi kebun yang tak jauh dari kebun sawit masyarakat.

“Kami mendorong aparat penegak hukum untuk berupaya maksimal sehingga pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” imbuh Donny.

Berita Duka

Ibu, Bapak, dan rekan-rekan sekalian,

Kita baru saja mendapat kabar duka mengenai terjadinya musibah kecelakaan lalu lintas yang menimpa 2 staf Direktorat KKH-KSDAE di KM 304 A Tol Pemalang dalam rangka perjalanan dinas menuju BKSDA Jawa Tengah pada Sabtu, 15 Agustus 2020 Pukul 02.30 WIB. Kecelakaan tersebut mengakibatkan 1 orang meninggal dan 2 orang dirawat. Sehubungan dengan hal tersebut, Pengurus FKGI memutuskan melakukan pengunduran pelaksanaan Kongres Nasional FKGI 2020 yang semula dijadwalkan pada Sabtu, 15 Agustus 2020, diundur menjadi Sabtu, 22 Agustus 2020. FKGI juga menyampaikan dukacita atas terjadinya musibah tersebut, semoga Almarhumah mendapat tempat terbaik di sisi-Nya, dan mereka yang dirawat segera diberikan kesehatan kembali.

Demikian informasi ini kami sampaikan, atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Konflik Semakin Mengancam Gajah dan Warga

JAMBI, KOMPAS — Konflik gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di ekosistem Bukit Tigapuluh Tebo, Jambi, dengan masyarakat kian mengkhawatirkan.

Selain kerusakan tanaman kebun warga yang kian meluas, ancaman terhadap keselamatan gajah, dan juga warga, pun semakin tinggi. Dalam dua bulan terakhir, diperkirakan 200 hektar kebun karet dan sawit warga rusak saat kawanan gajah melintasi ruang jelajahnya yang melingkupi Kecamatan Sumay hingga VI Kota, Kabupaten Tebo. Jalur pelintasan itu kini meluas oleh pembangunan kebun, jalan, dan permukiman, sehingga membatasi ruang jelajah gajah.

”Di mana gajah melintas, hampir setiap hari kini menimbulkan konflik dengan manusia,” ujar Miswandi, peneliti ekosistem Bukit Tigapuluh, di Jambi, Selasa (1/3).

Download Berita (PDF) | Sumber KOMPAS

Bongkar Praktik Perdagangan Gading Gajah

BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Maraknya perburuan liar gajah tidak dapat dilepaskan dari praktik perdagangan gading gajah. Hukuman yang terlalu ringan diduga membuat pelaku perdagangan gading gajah tidak jera dan terus beroperasi.

Wildlife Trade Program Manager dari Wildlife Conservation Society Dwi Nugroho Adhiasto mengatakan, pada 2010-2015 terdapat 122 kasus perdagangan satwa atau organ satwa ilegal. Salah satu komoditas yang kerap diperdagangkan adalah gading gajah. Paling tidak ada 20 kasus perdagangan gading gajah yang terbongkar pada periode itu.

Download PDF Berita Disini | Sumber KOMPAS

 

 

Gajang `Yongki` Mati, Publik Tuntut Pelaku Dihukum Berat

gajahyongki

Gajah “Yongki” merupakan salah satu anggota flying squad di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Lampung. Foto: wwf.or.id

Citizen6, Jakarta Setelah kematian singa Cecil, kucing besar kesayangan warga Zimbabwe pada 1 Juli 2015 lalu, kini masyarakat dunia kembali dihebohkan dengan kabar meninggalnya gajah Sumatera yang menjadi salah satu satwa terancam punah.

Ya, Yongki merupakan salah satu anggota flying squad di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Lampung. Sayangnya, gajah berusia 34 tahun itu ditemukan dalam kondisi mati dan kedua gadingnya hilang pada Jumat, 18 September 2015 di dekat TNBBS.

Kematian gajah “Yongki” pun sontak menjadi perhatian warga dunia. Pasalnya, Yongki adalah pahlawan di tiap konflik gajah dan manusia di TNBBS. Yongki juga menjadi salah satu gajah Sumatera yang terancam punah akibat rusak dan berkurangnya habitat serta perburuan dan perdagangan ilegal untuk diambil gadingnya.

Para pecinta hewan pun merasa geram mengetahui kabar tersebut, mereka juga tak segan mengutuk pembunuh Yongki. Nampak, hingga kini dalam linimasa Twitter publik menuturkan beragam ciapan kekesalannya dan menyarankan hukuman yang tepat bagi si pelaku pembunuhan.

Sumber Liputan 6